Senin 26 Aug 2019 20:19 WIB

Pakar: Pemblokiran Internet di Papua tak Punya Dasar Hukum

Jika pemerintah ingin melakukan pemblokiran, maka harus dibuat payung hukumnya

Rep: Febryan A/ Red: Andi Nur Aminah
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti menilai pemblokiran internet yang dilakukan pemerintah di Papua dan Papua Barat tidak memiliki landasan hukum yang jelas. Ia pun meminta DPR segera memanggil pemerintah terkait pemblokiran yang sudah berlangsung sejak Rabu (21/8) lalu itu.

"Itu kan pembatasan hak asasi, ya, maka harus jelas menyebutkan kriteria dan bentuk pemblokiran yang dilakuakn," ucap Bivitri kepada Republika, Senin (26/8).

Baca Juga

Sebelumnya, Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo Ferdinandus Setu, mengatakan, pihaknya melakukan pemblokiran untuk mempercepat pemulihan situasi di Papua dan Papua Barat. Sebab, di jagat maya banyak beredar informasi bohong dan konten provokatif.

"Untuk regulasinya, kita (gunakan) pasal 40 ayat 2 dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," ujar Fedinandus, Jumat (23/8).

Adapun pasal 40 ayat 2 tersebut berbunyi: Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

"Kalau pakai pasal 40 ayat 2 undang-undang ITE, itu terlalu umum dan tidak bisa dijadikan dasar," ungkap Biviftri.

Menurut Bivitri, saat ini memang belum ada landasan hukum yang bisa digunakan untuk melakukan pemblokiran internet. Ia pun menyarankan, jika pemerintah memang ingin melakukan pemblokiran, maka harus dibuat payung hukumnya terlebih dahulu. "Walaupun saya pribadi tidak setuju pemblokiran internet, tapi kedepan harus dibuat aturannya," kata dia.

Adapun pemblokiran yang sudah terlanjur dilakukan saat ini, Bivitri menyarakan agar Presiden Jokowi segera memerintahkan Menteri Kominfo Rudiantara untuk segera menghentikannya. Selain itu, dia juga berharap DPR segera memanggil pemerintah untuk menanyakan pemblokiran yang dilakukan sejak enam hari terkahir ini.

Pemblokiran data seluler atau akses internet dilakukakan oleh Kemenkominfo untuk wilayah Papua dan Papua Barat telah dimulai sejak hari Rabu (21/8) dan masih berlangsung hingga hari ini. Sedangakan, pada Senin dan Selasa, Kemenkominfo hanya melakukan throttling atau pelambatan akses internet.

Pemblokiran internet dilakukan untuk meredam kericuhan yang terjadi di Tanah Papua. Seperti diketahui, kericuhan pecah di sejumlah kota di wilayah paling timur Indonesia itu sejak Senin (19/8). Ribuan orang turun ke jalanan sebagai aksi protes atas tindakan rasialis yang diterima mahasiswa Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement