REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri masih mendalami sejumlah akun media sosial yang menyebarkan video berkonten provokasi yang diduga menjadi pemicu terjadinya kericuhan di Manokwari, Papua Barat. Kericuhan terjadi pada Senin (19/8) pagi.
"Akun tersebut menimbulkan kegaduhan di media sosial maupun (menyebabkan) tindakan kerusuhan yang dilakukan kelompok yang terprovokasi oleh diksi yang disampaikan dalam narasi tersebut," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Menurut dia, video yang tersebar di internet menuding bahwa aparat telah melakukan tindakan diskriminasi terhadap para mahasiswa Papua. Dedi mengklarifikasi hal tersebut.
Ia menjelaskan, awalnya terjadi peristiwa perusakan terhadap bendera Merah Putih sehingga membuat masyarakat setempat terprovokasi dan hendak mengepung asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Namun, kata dia, kemudian aparat mencegah upaya pengepungan warga dan berupaya mengevakuasi para mahasiswa Papua di asrama tersebut untuk mencegah terjadinya bentrokan dengan warga setempat.
"Kami tidak ada tindakan rasis. Justru kami mengevakuasi agar tidak terjadi bentrokan dan korban," katanya.
Menurut dia, para mahasiswa Papua tersebut kini sudah dikembalikan ke asrama. Pada Senin pagi, sejumlah ruas jalan di Papua Barat diblokade oleh pendemo, yakni di Jalan Yos Sudarso, Jalan Trikora Wosi dan Jalan Manunggal Amban, Distrik Manokwari Barat, Kabupaten Manokwari.
Massa pengunjuk rasa juga melemparkan pecahan botol dan merobohkan papan reklame, tiang lampu lalu lintas di pinggir jalan Yos Sudarso serta membakar Gedung DPRD Papua Barat. Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap tindakan persekusi dan rasisme yang diduga dilakukan oleh organisasi masyarakat dan oknum aparat terhadap para mahasiswa asal Papua di Malang dan Surabaya, Jawa Timur, yang terjadi pada Sabtu (17/8).