Ahad 18 Aug 2019 14:29 WIB

Ketua MPR: Pemilu Serentak 2019 Sisakan Masalah Polarisasi

Kendati demikian, ketua MPR bersyukur secara umum pemilu berjalan sukses.

Ketua MPR Zulkifli Hasan saat memberi sambutan di acara peringatan Hari Konstitusi di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (18/8).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Ketua MPR Zulkifli Hasan saat memberi sambutan di acara peringatan Hari Konstitusi di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Ahad (18/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menyebutkan Pemilu serentak 2019 masih menyisakan sejumlah masalah. Masalah tersebut di antaranya polarisasi di dalam masyarakat yang dapat menimbulkan perpecahan.

"Pemilu serentak 2019 masih menyisakan sejumlah masalah, salah satunya polarisasi di dalam masyarakat yang sangat mengkhawatirkan, bahkan cenderung terjadi perpecahan," kata Zulkifli dalam sambutannya pada Peringatan Hari Konstitusi bertema "Evaluasi Pelaksanaan UUD 45", di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Ahad (18/8).

Baca Juga

Namun, Zulkifli mengaku bersyukur secara umum penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 berjalan sukses. Ia menambahkan pemilu berlangsung sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22E.

Dalam kesempatan itu, Zulkifli mengatakan, pada 1999 sampai dengan 2002, MPR sebagai lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD telah mewujudkan reformasi konstitusi Indonesia melalui Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan ini disebut telah mengantarkan bangsa Indonesia memasuki babak baru yang mengubah sejarah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Perubahan ini, lanjut Zulkifli, memberikan landasan yang kuat bagi bangsa untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, perubahan tersebut mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) sesuai harapan rakyat dan semangat reformasi.

"Namun, setelah 17 tahun berjalan, mulai dirasakan masih ada ruang-ruang kosong dalam konstitusi mengingat penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan berjalan beriringan dengan dinamika perkembangan masyarakat," kata Ketua Umum PAN ini.

Selain itu, kata dia, keberhasilan reformasi konstitusi tidak menjamin bahwa apa yang dikehendaki oleh konstitusi dapat segera terwujud. Pada tingkat implementasi masih ditemukan adanya kekurangan dan ketidaksesuaian.

Bahkan, ia menambahkan, apabila dikaji secara mendalam maka implementasi tersebut bertentangan dengan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam konstitusi. "Banyaknya berita bohong, ujaran kebencian, saling hujat sesama anak bangsa, saling fitnah, persekusi di media sosial adalah contoh-contoh yang tidak sesuai dengan makna yang terkandung dalam konstitusi," tegasnya.

Undang-Undang Dasar 1945, kata dia, memang memberikan kemerdekaan kepada setiap orang untuk menyampaikan pendapat yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Tetapi, saat yang sama Undang-Undang Dasar 1945 juga mengatur bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.

"Pembatasan ini dimaksudkan semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis," katanya.

Acara itu juga dihadiri Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, para wakil Ketua MPR, anggota MPR serta sejumlah pejabat negara lainnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement