Selasa 13 Aug 2019 08:32 WIB

Setnov Mengaku tak Tahu Dijatah Fee Rp 80 Miliar

Setnov tampil berbeda dengan berewok yang tumbuh dari pipi hingga dagu.

Terpidana kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto (Setnov) resmi menjadi penghuni Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Klas 1 Sukamiskin. Setnov tiba di Lapas Sukamiskin pada sekitar pukul 16.48 WIB, Jumat (4/5).
Foto: Republika/Zuli Istiqomah
Terpidana kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto (Setnov) resmi menjadi penghuni Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Klas 1 Sukamiskin. Setnov tiba di Lapas Sukamiskin pada sekitar pukul 16.48 WIB, Jumat (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua DPR Setya Novanto mengaku tidak tahu-menahu akan mendapatkan feesebesar 6 juta dolar AS atau sekitar Rp 80 miliar terkait proyek PLTU Riau-1. Fee itu berasal dari pemegang saham Blakgold Natural Resources (BNR), Johanes Budisutrisno Kotjo, penyuap dalam perkara suap PLTU Riau-1.

"Saya tidak tahu soal fee, bahkan baru tahu di sidang di sini. Saya baru tahu bahwa beliau mengatakan bahwa catatan fee itu untuk saya," kata Setnov di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (12/8).

Setnov dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK sebagai saksi untuk terdakwa Sofyan Basir. Direktur Utama PT PLN non-aktif itu didakwa mem fasilitasi pertemuan antara anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan Johannes Kotjo.

Dalam dakwaan Sofyan disebutkan, Kotjo akan memberikan feesebesar 2,5 persen atau 25 juta dolar AS dari total proyek 900 juta dolar AS bila berhasil mendapatkan kesepakatan dalam proyek IPP PLTU MT RIAU-1. Dari daftar yang ditemukan KPK, nama Setnov termasuk yang mendapatkan fee 24 persen dari 25 juta dolar AS, yaitu 6 juta dolar AS.

"Saya tidak tahu proyeknya berapa karena Pak Kotjo tidak pernah menyampaikan ke saya, karena saya sudah kena proses KTP-el, jadi ini saya juga sudah mulai menjauh," kata Set nov.

Dalam dakwaan disebutkan, Setnov memperkenalkan Kotjo dengan Eni Saragih. Eni diminta membantu Kotjo dalam proyek PLTU dan akan mendapatkan fee yang kemudian disanggupi oleh Eni Saragih.

"Eni tidak menyampaikan soal Riau-1, tapi hanya mengatakan, 'Akan saya tindak lanjuti dengan Pak Kotjo. 'Lalu, saya katakan, ya, silakan saja asal se suai dengan prosedur dan bisa dipertanggungjawabkan. Kalau saya menjanjikan feeke Eni, dasarnya dari mana? Saya uang dari mana?" kata Setnov.

Setnov mengaku sudah jarang berhubungan dengan Eni setelah ia tersangkut korupsi KTP elektronik. Ia juga membantah menugaskan Eni sebagai petugas partai Golkar untuk mencari uang. Ia hanya mengaku meminta agar Eni bekerja dengan baik selama berada di Komisi VII.

Dalam dakwaan, Setnov juga disebut pada 2016 bertemu dengan Sofyan Basir didampingi Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan San toso bersama Eni Saragih. Pertemuan itu dilakukan di rumah Setnov untuk membicarakan proyek di PLN. "Memang pertemuan itu ada, tapi pembicaraan tidak mendetail karena saat itu saya juga ada pengajuan," ujar Setnov.

Menurut dia, pertemuan dengan para dirut BUMN sudah biasa karena menjadi program di rumah. "Kalau bertemu di kantor, susah. Jadi, kadang-kadang ya ke rumah. Saya terbuka saja kalau ada tamu," kata dia.

Saat ini Setnov tengah menjalani hu kuman 15 tahun penjara dari kasus korupsi pengadaan KTP elektronik. Setnov tampil berbeda dalam pemunculannya kali ini, yaitu dengan berewok yang tumbuh dari pipi hingga dagunya.

Kepada wartawan, Setnov mengaku sengaja memelihara berewok sebagai kenang-kenangan dari Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. "Sebagai kenang-kenangan," kata dia.

Mantan ketum Golkar itu diketahui sempat menjalani hukuman di Lapas Gunung Sindur selama sebulan, yaitu pada 14 Juni-14 Juli 2019. Ia dipin dahkan dari Lapas Sukamiskin, Bandung, karena ketahuan berpelesir ke toko bangunan mewah di Padalarang, Bandung Barat. Ia mengelabui petugas yang mengawalnya saat berobat.

Lapas Gunung Sindur adalah lapas dengan keamanan superketat dan didiami oleh sejumlah napi teroris, termasuk Abu Bakar Ba'asyir. (antara ed: ilham tirta)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement