Rabu 07 Aug 2019 17:25 WIB

Emil Targetkan 14 Hari Atasi Kebocoran Minyak Karawang

Pemerintah tengah menghitung dampak lingkungan akibat kebocoran minyak.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Indira Rezkisari
Petugas Pertamina dibantu warga, sedang membersihkan ceceran spill oil di Pantai Cemara, Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Rabu (7/8). Pencemaran limbah minyak ini, sudah terjadi hampir sebulan.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Petugas Pertamina dibantu warga, sedang membersihkan ceceran spill oil di Pantai Cemara, Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Rabu (7/8). Pencemaran limbah minyak ini, sudah terjadi hampir sebulan.

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil memastikan pemerintah pusat dan PT Pertamina terus berupaya sesegera mungkin menyelesaikan kebocoran di kilang perminyakan. Saat ini, penyelamatan kilang sudah mencapai 30 persen.

Menurut Ridwan Kamil, PT Pertamina saat ini sudah mempekerjakan konsultan dari Amerika Serikat yang memang ahli di bidangnya. Para pekerja sudah berpengalaman mengatasi persoalan serupa yang sempat terjadi pada kilang minyak di Meksiko beberapa tahun ke belakang.

Baca Juga

"Kita doakan tidak ada halangan sehingga 10-14 hari minyaknya bisa disumbat di kedalaman yang sangat dalam," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil ketika mengunjungi Desa Cemara Jaya, Karawang, Rabu (7/8).

Emil berharap, masyarakat tidak khawatir berlebihan karena semua sudah berjalan sesuai dengan keilmiahannya. Emil pun, memastikan telah berkoordinasi dengan Bupati Karawang dan Bekasi untuk berkomunikasi lebih intens guna mencatat dan meneliti seluruh kerugian yang dirasakan masyarakat mulai dari nelayan, petambak udang, petambak garam, hingga warga lain yang mendapat dampak negatif dari bocornya kilang minyak PT Pertamina.

Kerugian masyarakat, kata dia, akan diitung hingga nominal rupiah yang tidak bisa didapat setiap warga. Sebab para pekerja ini jelas tidak bisa melakukan pekerjaan guna mendapatkan pundi-pundi uang.

"Saya sudah perintahkan Pertamina untuk komitmen menyelesaikan masalah ini sampai ujung (selesai, red)," katanya.

Menurut Emil, ia pun mengapresiasi  upaya Pertamina dalam mempekerjakan masyarakat sekitar dalam membersihkan tumpahan minyak. Mereka rata-rata diupah sekitar Rp 100 ribu per hari. Selain itu ada juga yang dibayar sesuai dengan limbah per karung.

"Jadi ekonomi (masyarakat) terus bergerak," katanya.

Meski mereka harus bekerja dalam profesi yang berbeda, kata dia, tapi hal itu tak masalah bagi masyarakat yang penting mereka tetap bekerja dan mendapatkan penghasilan sebelum kondisi kawasan ini kembali normal.

Emil mengatakan, pemerintah pusat dan daerah saat ini juga tengah menghitung dampak lingkungan akibat pencemaran minyak milik Pertamina. Misalnya, daerah yang mengalami abrasi akan diteliti bagaimana dampak ke depannya.

Kemudian, kata dia, persoalan hutan mangrove dan biota laut hingga kondisi perairan seluruhnya harus bisa kembali seperti semula. Emil pun meminta pada PT Pertamina agar tak hanya menyelesaikan persoalan manusia tapi juga mahluk hidup lain yang bisa memberikan manfaat.

"Jadi ada recovery urusan ekonomi dulu, kemanusiaan baru sedikit. Tidak berhenti di situ Pertamina harus memastikan ekosistem laut ini diukur secara ilmiah supaya bisa kembali lagi," paparnya.

Emil pun, mengimbau masyarakat atau nelayan di sekitar pantai yang ikannya tercemar jangan sampai menjual produk terkontaminasi kepada konsumen. Meski mereka tidak tahu, tapi itu bisa berdampak buruk bagi kesehatan pembeli yang mengkonsumsinya.

"Jangan melakukan atau merugikan pihak lain dengan menjual ikan terkena limbah," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement