REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terputusnya aliran listrik merugikan dunia usaha. Berbagai sektor usaha terkena imbas pemadaman listrik massal yang sempat terjadi secara serentak di Jabodetabek pada Ahad (4/8).
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan sektor ritel mengalami kerugian lebih dari Rp 200 miliar. Jumlah tersebut dihitung berdasarkan total 82 pusat perbelanjaan dan 2.500 lebih toko ritel modern swakelola di Jakarta.
Ketua Umum Aprindo Roy Mandey mengatakan, PT PLN seharusnya bisa memberikan pengumuman terlebih dahulu kepada pelaku usaha agar bisa mempersiapkan cara untuk tetap memberi pelayanan maksimal kepada konsumen. Di sisi lain, masyarakat pun tetap bisa mendapat haknya sebagai konsumen.
“Potensi kehilangan penjualan terlihat betul karena masyarakat akhirnya enggan atau membatalkan keinginan berbelanjanya,” kata Roy, Senin (5/8).
Dia melanjutkan, kerugian dihitung dari faktor utama pemadaman pada Ahad. Biaya operasional membengkak karena beberapa gerai menggunakan genset diesel agar bisa tetap beroperasi untuk melayani masyarakat.
"Demi kenyamanan konsumen, kami menggunakan genset diesel berbahan bakar solar yang tentu berimbas pada naiknya biaya operasional dan itu seharusnya tidak perlu kami keluarkan," kata dia.
Roy mengatakan, PLN seharusnya bisa bertindak lebih cepat dan tanggap apabila ada gangguan jaringan kelistrikan. Ia pun setuju dengan banyak kalangan, PLN mesti mempunyai sistem mumpuni untuk mengantisipasi masalah dan rencana cadangan.
Dia menilai, pemadaman listrik yang berlangsung lama dan mencakup area yang cukup luas berdampak pada pelaku usaha dan masyarakat sebagai pelanggan PLN. Kenyamanan masyarakat juga terganggu karena fasilitas yang seharusnya mereka dapatkan tidak bisa berfungsi normal, seperti jaringan pembayaran elektronik.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat mendesak PLN memangkas tagihan listrik bulan ini sebagai bentuk tanggung jawab atas pemadaman listrik. Menurut Sekretaris Umum API Jabar Kevin Hartanto, padamnya listrik mati berdampak pada industri tekstil dan garmen di wilayah Jawa Barat.
Kevin menjelaskan, industri tekstil sangat terdampak. Aktivitas produksi terpaksa dihentikan. Bahkan, sejumlah tenaga kerja terpaksa diliburkan meski upah harus tetap dibayarkan. “Kita bicara juga kerugian bahan baku, kerusakan mesin, dan upah,” katanya.
Kevin mengatakan, pelaku usaha banyak yang melaporkan terputusnya benang saat sedang melakukan produksi. Dibutuhkan waktu berjam-jam untuk menyambungkan benang pemintal tersebut. Sementara di sektor pertenunan, gangguan membuat proses produksi barang grade A turun menjadi grade B.
“Harga jual jadi turun. Banyak komponen mesin rusak. Di pencelupan, obat celup terbuang percuma. Ini kerugiannya besar sekali. Bayangkan seluruh industri terdampak,” katanya. Bahkan, kata dia, meski listrik sudah menyala, produksi belum sepenuhnya normal karena pengusaha masih diliputi ketidakpastian.
Pemadaman bergilir yang dilakukan PLN membuat jadwal pekerja menjadi tidak pasti. “Infonya jam 10 sampai jam satu siang padam, tiba-tiba nggak jadi. Begitu masuk (karyawan bekerja), tahunya pemadaman bergilir jadi. Serbatidak pasti,” katanya.
Kevin mendesak PLN belajar dari kejadian yang sama di Australia saat listrik padam selama lima jam. Seluruh tagihan pelanggan digratiskan selama satu bulan. Dia mengatakan, industri tekstil berbeda dengan mal dan layanan lainnya yang menyediakan genset guna mengatasi kebutuhan listrik saat padam.
“Genset hanya buat kantor. Ada beberapa unit produksi pakai, tapi cuma beberapa lama? Sekarang saja teman-teman sudah repot penyediaan solarnya,” katanya.
Perusahaan transportasi daring Gojek dan Grab tak mau mengungkap nominal kerugian setelah peristiwa pemadaman listrik. Namun, mereka mengakui padamnya listrik dan buruknya jaringan telekomunikasi menimbulkan kendala di lapangan.
VP Corporate Communications Gojek Kristy Nelwan mengatakan, aplikasi Gojek tetap beroperasi selama blackout walaupun ada penurunan kualitas layanan internet. "Hal ini mengakibatkan kendala pemesanan layanan Gojek di beberapa area," katanya kepada Republika, Senin (5/8).
Sementara, Public Relations Manager Grab Indonesia Andre Sebastian juga enggan memerinci dampak kerugian. Ia hanya menyampaikan, pihak Grab memperoleh banyak keluhan.
"Grab Indonesia menerima beberapa keluhan dari mitra pengemudi karena terdampak gangguan jaringan listrik dan sinyal telekomunikasi," katanya.