REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengapresiasi langkah pemerintah menonaktifan 5,2 juta peserta BPJS Kesehatan yang dinilai bermasalah. Kendati demikian, penonaktifan tersebut diharapkan harus betul-betul dilakukan sesuai dengan verifikasi faktual di lapangan agar tidak menjadi masalah baru.
Menurutnya jangan sampai emerintah menonaktifkan masyarakat yang justru memang membutuhkan dan terdata secara benar sebagai penerima bantuan iuran (PBI). “Soal data cleansing ini sebetulnya adalah amanat dari BPKP yang menemukan 27,4 juta lebih data bermasalah," kata Saleh kepada Republika, Kamis (1/8).
"Semoga saja, data cleansing yang 5,2 juta tersebut adalah bagian dari perbaikan data yang 27,4 juta tersebut. Data cleansing ini memang sangat penting karena terkait erat dengan pelayanan yang diberikan bpjs kesehatan, seperti jumlah iuran, kapitasi, fasilitas kesehatan, dan lain-lain," kata dia.
Selain itu, pemerintah juga didesak segera mengganti data yang dinonaktifkan tersebut dengan data baru. Sebab, masih banyak masyarakat yang belum menjadi peserta BPJS kesehatan.
Padahal, dari sisi kemampuan ekonomi, mereka termasuk masyarakat miskin dan tidak mampu. “Pemerintah juga kan sudah menargetkan bahwa universal health coverage akan dicapai tahun 2019. Karena itu, sangat wajar jika kepesertaan BPJS dari segmen PBI ini ditingkatkan,“ ujarnya.
Politikus PAN tersebut juga meminta agar pemerintah segera melakukan sosialisasi kebijakan itu ke masyarakat agar diketahui luas oleh publik. Dalam sosialisasi tersebut, harus dijelaskan alasan penonaktifan dan harus dipastikan bahwa jika mereka membutuhkan pelayanan kesehatan maka pemerintah kabupaten/kota bisa menalanginya.
“Pemerintah kabupaten/kota tentu harus diberitahu terkait kebijakan ini. Tidak hanya itu, harus dikoordinasikan bagaimana menangani peserta yang dinonaktifkan itu jika mereka membutuhkan pelayanan kesehatan. Sebab, tidak semuanya mampu untuk membayar biaya kesehatannya," imbaunya.