Rabu 31 Jul 2019 14:12 WIB

Komisi II Segera Bahas Aturan Larang Koruptor Maju Pilkada

Eks narapidana korupsi yang korupsi lagi setelah terpilih kembali mengecewakan.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/8).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera menyebut, Komisi II merespons wacana revisi UU Pilkada untuk melarang eks narapidana kasus korupsi maju di konstitudi Pilkada. "Komisi II akan membahasnya pasca-reses," kata Mardani saat dihubungi, Rabu (31/7).

Saat ini, DPR RI sedang berada di masa reses hingga 15 Agustus 2019. Pada 16 Agustus 2019, masa sidang terakhir DPR RI akan segera kembali dibuka.

Baca Juga

Mardani yang merupakan politikus PKS menyebut, Fraksi PKS menyetujui usulan agar melarang para mantan narapidana kasus korupsi mencontohkan diri pada pilkada. "PKS insya Allah dari awal firmed dukung menolak calon Kepala Daerah mantan napi koruptor," kata Mardani.

Ia menyebut, pelarangan itu untuk menghormati hak publik. Menurut dia, eks narapidana yang terpilih kembali dan kembali melakukan korupsi sangat mencederai kepercayaan masyarakat.

"Hak publik harus didahulukan dibanding hak pribadi. Narapidana kasus korupsi telah mencederai kepercayaan publik. Pilihan kebijakan melarang narapidana maju di Pilkada melindungi kepentingan publik," ujar Mardani.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron menyatakan terbuka kalau ada usulan untuk revisi UU Pilkada. "Kami sangat terbuka untuk revisi Undang-undang Pilkada itu," kata Herman Khaeron yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat saat dihubungi di Jakarta, Selasa (30/7).

Kendati demikian, Herman menambahkan, revisi agaknya sulit untuk dirampungkan oleh DPR RI pada periode 2014 - 2019. Sbab, masa periode DPR saat ini hanya tersisa beberapa bulan saja dengan sisa satu kali masa sidang.

"Untuk penyempurnaan tentu semua pihak dapat mengusulkan. Namun, waktu yang tersedia dalam periode ini tinggal 1 kali masa sidang," ujar Herman. Maka, menurut di, lebih memungkinkan bila revisi dilakukan di periode 2019 - 2024.

Permintaan revisi itu muncul dari berbagai pihak saat Bupati Kudus M Tamzil yang merupakan eks koruptor kembali ditangkap KPK. M Tamzil sudah pernah terlibat kasus korupsi dana bantuan saran dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004. Lalu ia bebas pada 2015.

Namun, pada 2018, ia terpilih kembali sebagai bupati. Hal ini pun disayangkan oleh sejumlah pihak, terutama KPU dan KPK yang meminta agar UU Pilkada direvisi.

Herman menyatakan, bila akan dilakukan maka revisi bisa dilakukan bukan hanya terkait pekarangan koruptor kembali mencalonkan diri. "Terutama terkait sinkronisasi dengan UU 7 thn 2017 terutama pemilu," ujar Poltikus Demokrat itu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement