Senin 29 Jul 2019 18:21 WIB

Karding: Idealnya Beda Sejak Awal tak Bersatu di Akhir

Karding tak menampik KIK akan menambah tambahan partai baru.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding angkat bicara terkait potensi masuknya Gerindra ke dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Dia mengatakan, partai politik yang sejak Pilpres berbeda kubu idealnya tetap mempertahankan kubu mereka.

"Beliau-beliau ini yang di partai mau mempertahankan kebiasaan seperti itu, beda di pilpres tapi bareng diujung. Idealnya, semua yang berbeda dipilpres sejak awal itu mestinya oposisi," kata Abdul Kadir Karding di Jakarta, Senin (29/7).

Baca Juga

Pada perhelatan Pilpres, kata ia, kedua kubu  mengusung calon presiden yang berbeda. Karena itu, tidak perlu ada pemilihan presiden jika pada akhirnya kedua kubu bersatu.

Menurutnya, Pilpres tidak hanya sekedar memilih kepala negara. Setiap calon presiden dan wakil presiden yang diusung, kata ia, tentu memiliki visi dan misi yang berbeda untuk dijalankan dalam pemerintahan lima tahun ke depan.

"Artinya perbedaan visi itu pasti bedanya diameteral, artinya kalau seperti itu kenapa kita nggak satu perahu saja dari awal," kata Karding lagi.

Meski demikian, Karding tidak menutup kemungkinan KIK akan menambah anggota koalisi mereka. Hal itu melihat fakta adanya dinamika yang luar biasa serta tradisi dimana partai politik masih bisa berubah kubu.

"Tahun lalu Golkar nggak mendukung Jokowi, tiba-tiba masuk. Jadi ya kita masih pada posisi hari itu," katanya.

Sebelumnya ada wacana Gerindra akan masuk dalam kubu pemerintah. Spekulasi ini beredar menyusul pertemuan Prabowo dan Megawati.

Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai, masuknya Gerindra ke dalam koalisi Jokowi belum tentu membuat jalannya pemerintahan dengan baik.

Dia mencontohkan pemerintahan semasa Presiden Abdurahman Wahid alias Gus Dur. Saat itu semua kekuatan politik mendukung pemerintah. Namun, lanjutnya, hal itu tidak serta merta membuat pemerintahan berjalan efektif.

"Karena ini bukan masalah Gerindra tapi bagaimana kinerja dari tim kabinet yang akan dibentuk karena bagaimanapun akhirnya efisiennya pemerintahan akan ditentukan oleh presiden," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement