REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon terpilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Provinsi Nusa Tenggara Barat Evi Apita Maya digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap foto pencalonannya diedit hingga terlalu cantik.
Gugatan ini dilayangkan pesaingnya calon anggota DPD RI Farouk Muhammad dari Daerah Pemilihan NTB atas hasil Pemilu DPD RI yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam dalilnya, Farouk mempersoalkan foto pencalonan pesaing politiknya bernama Evi Apita Maya yang juga maju di Dapil NTB. Menurut Farouk, Evi telah melakukan manipulasi dengan mengedit foto pencalonan dirinya di luar batas wajar.
Hal ini dapat disebut sebagai pelanggaran administrasi pemilu. Farouk juga menggugat Evi karena foto manipulatif tersebut menyebabkan selisih suara yang signifikan. Farouk menuduh Evi telah menggelembungkan 700 suara.
Namun Evi membantah segala tuduhan tersebut. Atas kasus itu, Evi justru merasa harga dirinya dirugikan. Karena banyak warga yang justru tetap mendukungnya, meski ia tak menampik bila ada pemilih yang berpikiran merasa tertipu.
"Seolah-olah saya itu melakukan kebohongan publik secara besar-besaran, seakan seperti saya terkena sihir dari yang mohon maaf, buruk rupa, menjadi cantik," ucap Evi, Kamis (18/7).
Evi pun menegaskan selisih suara antara ia dan Farouk sangat jauh, mencapai 98.000 suara. Dalil tersebut seakan mengada-ada. "Untuk mengejar satu suara saja sangat sulit, yang dituduhkan juga saya menggelembungkan 700 suara," kan sangat tidak signifikan," kata Evi.
Evi menduga gugatan ini akibat bisikan-bisikan anak buah Farouk yang ingin mendapat kepentingan dan keuntungan pribadi semata.
Sementara itu, Wahyu, kuasa hukum Evi, mengatakan bahwa Farouk seharusnya memprotes sebelum Evi menjadi calon terpilih anggota legislatif. Karena itu secara yuridis gugatan itu tidak lagi menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK). "Yang kedua secara nonyuridis, persepsi orang terhadap cantik itu berbeda-beda. Kita tidak bisa memaksa orang untuk mengikuti selera kita, nah, artinya foto itu tergantung pada batas pandang dan selera," ujar Wahyu.
Kakak kandung Evi, Antoni Amir yang juga calon anggota DPR RI Dapil Sumatera Barat 1 mengaku kecewa dan sedikit marah atas gugatan tersebut. Ia juga menganggap gugatan Farouk irasional. "Saya anggap ini lucu-lucuan, ya, irasional, aneh, ngawur, saya pikir orang ini (Farouk) tidak siap kalah, orang ini tidak negarawan, tidak berjiwa besar. Semua mekanisme yang dilalui adik saya itu telah memenuhi syarat-syarat konten perundang-undangan, kok," ujar Antoni.
Perihal lain yang membuat Evi kecewa dan merasa dirugikan juga karena Farouk menggugat foto, namun belum pernah bertemu langsung dengan yang bersangkutan.
Sementara itu, Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) menyatakan hingga daftar calon sementara (DCS) ditetapkan, tidak terdapat keberatan terhadap foto calon anggota DPD RI daerah pemilihan (dapil) Nusa Tenggara Barat Evi Apita Maya.
"Terkait foto, dalam pleno kami mengawasi kelengkapan, pleno pencalonan, setelah dikeluarkan Daftar Calon Sementara (DCS) oleh KPU RI--karena ini DPD--kami Bawaslu tidak menerima tanggapan keberatan atau masukan dari pihak-pihak terkait penggunaan foto itu," ujar Ketua Bawaslu NTB Khuwailid.
Komisi Pemilihan Umum menyebut gugatan Farouk Muhammad yang mempersoalkan foto rekayasa Evi Apita Maya sepihak. Ini lantaran sebelumnya ia tidak melaporkan perkara itu ke Bawaslu. Kuasa hukum KPU Rio Rahmad Effendi menyebut permohonan penggugat prematur.
"Alasan pemohon pelanggaran administrasi berupa penggunaan foto editan calon DPD Evi Apita Maya dan Lalu Suhaimi. Dugaan pelanggaran administrasi ini sepihak karena tidak ada laporan kepada lembaga berwenang, yaitu Bawaslu, sehingga permohonan prematur, bahkan tidak berdasar hukum," tutur Rio .