REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi menilai calon anggota DPD RI pejawat daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat (NTB) Farouk Muhammad tidak dapat menjelaskan lebih lanjut fakta adanya dugaan politik uang yang dilakukan caleg Evi Apita Maya.
Dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat, hakim konstitusi Suhartoyo mengatakan Farouk dalam permohonan menyatakan Evi Apita Maya melakukan politik uang dengan cara membagikan sembako dan mengarahkan pemilih untuk memilihnya.
Suhartoyo menuturkan Mahkamah berpendapat dugaan tersebut seharusnya dilaporkan ke Bawaslu untuk diteruskan kepada Gakkumdu berdasar ketentuan UU Pemilu.
Namun, menurut keterangan Bawaslu, dugaan pelanggaran itu dilaporkan kepada Bawaslu setelah hari pemungutan suara sehingga menurut ketentuan yang berlaku, laporan itu lewat waktu dan tidak memenuhi syarat formil laporan.
Sementara dalam persidangan, keterangan saksi maupun alat bukti lainnya yang diajukan Farouk tidak menjelaskan secara spesifik lokus, tempus serta pihak yang terlibat dalam pelanggaran itu.
"Dengan demikian dugaan politik uang yang dilaporkan kepada Bawaslu tersebut tidak dapat dinilai signifikansinya oleh Mahkamah terhadap perolehan suara calon anggota DPD Evi Apita Maya maupun calon lainnya di NTB. Oleh karena itu, dalil pemohon a quo haruslah dikesampingkan dan dinyatakan tidak beralasan menurut hukum," tutur Suhartoyo.
Selain itu, Farouk mendalilkan terjadi penggelembungan suara dengan cara penambahan suara oleh panitiapemilihan kecamatan (PPK) setelah proses pemungutan dan penghitungan suara. Ini karena saksinya mengalami kesulitan untuk memperoleh formulir model C1 dan DAA1.
Setelah menyandingkan form model C1 DPD dan form model DA1 yang diajukan bukti pemohon, termohon, pihak terkait dan Bawaslu, Mahkamah menemukan fakta bukti surat yang diajukan Farouk tidak lengkap seperti yang didalilkan.
"Mahkamah tidak dapat diyakinkan mengenai kebenaran penghitungan suara yang didalilkan pemohon," tutur hakim Suhartoyo.
Sementara itu berdasarkan pengawasan Bawaslu ternyata dilakukan perbaikan secara berjenjang dari mulai tingkat PPK sampai kabupaten/kota yang dipersoalkan pemohon.