Selasa 09 Jul 2019 21:58 WIB

Pakar Sebut Hanya Amnesti yang Bisa Bebaskan Baiq Nuril

Amnesti bisa diberikan untuk perkara apapun, tak hanya masalah politik.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Baiq Nuril (Tengah)
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Baiq Nuril (Tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengungkapkan, hanya jalur amnesti atau pengampunan dari presiden yang bisa membebaskan Baiq Nuril dari jeratan hukum.

Apalagi Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus penyebaran konten asusila itu telah ditolak oleh Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu.

Baca Juga

Adapun grasi, kata Fery, grasi hanya dapat diajukan untuk pidana penjara minimal dua tahun, dan Baiq Nuril dihukum penjara enam bulan. Begitu juga dengan abolisi tidak bisa digunakan karena tahapannya harus penuntutan, sedangkan kasus Baiq Nuril sudah diputus perkaranya.

"Jadi pilihan konstitusionalnya paling tepat adalah amnesti dan alasan-alasan konstitusionalnya juga amnesti," tegas Fery saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (9/7).

Oleh karena itu, Fery meminta agar negara tidak hanya memberikan keistimewaan untuk perkara-perkara politik dan abai dalam perkara-perkara kemanusiaan. Padahal kasus tersebut melibatkan warga negara biasa.

"Untuk perkara apa saja tidak hanya perkara politik, presiden bisa memberikan amnesti dengan banyak pertimbangan," ujar Fery.

Fery mengatakan, amnesti dalam pasal 14 ayat 2 undang-undang dasar 1945 itu memang kewenangan subjektif presiden. Kemudian diobjektifkan dengan pertimbangan DPR RI.

Dalam kasus Baiq Nuril, pertimbangannya adalah soal kemanusiaan dan hak asasi manusia. Yaitu ada orang yang menjadi korban perkara pelecehan seksual lalu, namun justru dia dipidanakan dengan menggunakan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Jadi di atas buktinya yang membuat dia menjadi terpidana bukan subjek atau substansi perkaranya yang semestinya diurus negara yaitu adanya pelecehan seksual. Negara negara dan juga kepala negara presiden harus hadir dan melindungi warga negaranya," tegasnya.

Kemudian terkait anggapan bahwa amnesti hanya digunakan untuk perkara-perkara politik berdasarkan undang-undang darurat nomor 11 tahun 1954 tentang amnesti dan abolisi, Fery menyatakan bahwa penilaian itu salah besar.

Sebab, undang-undang darurat tersebut sudah terhapus dengan sendirinya ketika pasal 14 ayat 2 undang-undang Dasar 1945 diberlakukan.

"Sehingga karena pertentangan itu dengan sendirinya berdasarkan aturan peralihan ayat 1 undang-undang dasar 45 maka undang-undang darurat 1154 itu telah terhapus dengan sendirinya," tutur Fery.

Sebelumnya, kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Kumadi menyatakan pihaknya akan menyakinkan DPR RI bawah kliennya berhak untuk mendapatkan amnesti dari presiden Joko Widodo. Rencananya, pihaknya akan berkunjung ke parlemen pada Selasa (10/7) besok. "Kita sedang upayakan dan mencoba mencari dukungan dari DPR RI, oleh karena besok kita ke sana (DPR) RI," kata Joko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement