REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai Selasa (9/7) pagi masih belum menerima informasi putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) untuk terdakwa mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. "Kami masih menunggu," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.
Sesuai dengan jadwal bahwa pada Selasa (9/7) merupakan hari terakhir masa penahanan terhadap terdakwa Syafruddin di tingkat kasasi di MA. "Kami yakin, MA akan mempertimbangkan situasi ini dengan sebaik-baiknya," ucap Febri.
Febri menyatakan ada konsekuensi jika MA belum memberikan putusan terhadap Syafruddin pada Selasa ini. "Ada konsekuensi yang harapannya bisa kita cegah bersama agar kalau ada putusan tentu saja bisa dibebaskan atau dikeluarkan demi hukum. Kalau sudah ada putusan tentu hal itu tidak perlu terjadi apapun keputusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim nanti di tingkat Mahkamah Agung," ujar Febri.
Sebelumnya, kata Febri, KPK telah menerima putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta dalam perkara ini. KPK pun berpandangan putusan tersebut telah mengakomodir seluruh argumentasi KPK dan fakta yang muncul di sidang sehingga KPK tidak mengajukan kasasi.
"Namun, karena pihak terdakwa mengajukan kasasi maka KPK menghadapinya dengan menyampaikan kontra memori kasasi tertanggal 18 Februari 2019," ucap Febri.
KPK, lanjut Febri, percaya dengan independensi dan imparsialitas pengadilan dalam memutus perkara ini. "Kami yakin kasus BLBI yang menjadi perhatian publik ini diproses dengan sangat hati-hati, mulai dari proses penyelidikan, penyidikan hingga rangkaian tahapan di persidangan," kata Febri.
Sementara dalam kontra memori kasasi tersebut, ia mengatakan pada prinsipnya KPK menjawab argumentasi yang disampaikan oleh pihak kuasa hukum terdakwa Syafruddin. "Kami menilai sebagian besar argumentasi tersebut hanya lah pengulangan dari hal-hal yang sudah muncul di persidangan sebelumnya sehingga relatif tidak ada hal baru dari memori kasasi tersebut," tuturnya.
Beberapa hal yang tidak baru dalam memori kasasi itu, misalnya perkara merupakan wewenang peradilan hukum perdata dan peradilan hukum tata negara. Selanjutnya, penerbitan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham adalah berdasarkan perintah jabatan dan didasarkan pada Undang-Undang Pebankan.
Kemudian, pertimbangan hakim tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi serta unsur kerugian keuangan negara dan lain-lain. Karena itu, kata Febri, Penuntut Umum KPK meminta pada Majelis Hakim Kasasi dalam perkara ini untuk menolak kasasi yang diajukan oleh pihak terdakwa tersebut.
"Dan tentu saja, kita semua menunggu putusan ini selain karena secara formil telah diajukan ke Mahkamah Agung, KPK juga bertanggung jawab pada publik untuk terus secara serius menangani perkara BLBI dengan kerugian negara yang sangat besar ini," ujar Febri.
Sebelumnya, PT DKI Jakarta memperberat vonis Syafruddin menjadi 15 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar dalam perkara korupsi penghapusan piutang Bantuan Langsung Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Putusan PT DKI Jakarta itu lebih berat dibanding putusan majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 24 September 2018 yang menjatuhkan vonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Syafruddin Arsyad Temenggung.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sebelumnya menuntut agar Syafruddin Arsyad Temenggung divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan.