Sabtu 06 Jul 2019 17:46 WIB

Tim Pengacara Baiq Nuril Susun Permohonan Amnesti ke Jokowi

Baiq Nuril terancam penjara enam bulan dan denda Rp 500 juta.

Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril berjalan usai menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (10/1/2019).
Foto: Antara/Dhimas B Pratama
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril berjalan usai menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (10/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum Baiq Nuril, Aziz Fauzi, mengatakan, saat ini tim sedang menyusun surat permohonan amnesti atau pengampunan kepada Presiden Joko Widodo setelah Mahkamah Agung (MA) menolak upaya peninjauan kembali (PK).

"Kami upayakan surat permohonan minggu depan. Kami akan masukkan melalui Setneg atau melalui Kantor Staf Presiden," katanya, di Jakarta, Sabtu (6/7).

Baca Juga

Menurut dia, tim kuasa hukum juga sedang berkomunikasi intensif dengan KSP berkaitan dengan teknis permohonan amnesti. Mereka mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi dalam membantu kliennya bahkan sebelum putusan MA itu keluar.

"Itu memang komitmen dari awal Presiden. Kami apresiasi," ucapnya.

Presiden Joko Widodo sebelumnya mempersilakan Baiq Nuril mengajukan amnesti (pengampunan) kepada Presiden pascapenolakan PK yang diajukan ke Mahkamah Agung. "Secepatnya," katanya di Pangkalan Udara TNI AU Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Jumat (5/7).

Jokowi akan membicarakan hal tersebut dengan Menkumham, Jaksa Agung dan Menko Polhukam. Penolakan Mahkamah Agung terhadap PK Baiq Nuril itu otomatis menguatkan putusan pidana kepada wanita asal NTB itu, yakni penjara enam bulan dan denda Rp 500 juta.

Koalisi Masyarakat Sipil yang mewadahi sejumlah lembaga swadaya masyarakat mendesak Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Baiq Nuril setelah Mahkamah Agung menolak PK. "Hanya presiden yang bisa memberikan amnesti, tidak ada jalan lain. Hanya ini yang bisa menghapuskan akibat hukum," kata peneliti Institute for Criminal Justice Reform, Genoveva Alicia di LBH Pers.

Putusan itu, kata dia, akan mempersulit upaya mendorong korban kekerasan seksual berani berbicara dan bertindak atas kekerasan yang dialaminya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement