REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono, mengatakan pihaknya tetap melanjutkan proses terhadap gugatan perselisihan hasil pemilu (PHPU) pileg yang sudah diajukan oleh Partai Berkarya. Saat ini, MK telah meregistrasi permohonan tersebut.
"Secara formil, MK sudah menyatakan permohonan tersebut lengkap sehingga diregistrasi dan akan disidangkan. Jika kemudian dikatakan illegal atau apapun yg melibatkan pihak-pihak di internal partai, tentu itu soal lain, yang bukan ranah MK. Yang pasti, ketika sudah diregistrasi dan tidak ada pencabutan perkara setelah itu, maka kewajiban MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut, " ujar Fajar ketika dikonfirmasi, Rabu (3/7).
Sehingga, kata Fajar, pihaknya mempersilakan semua pihak untuk mengikuti persidangan permohonan itu. "Mari mendengarkan keterangan di dalam sidang, mengetahui dalil-dalil permohonannya, alat bukti, mengetahui fakta-fakta yang terjadi, apa yang dimaksud ilegal itu, seluruhnya majelis hakim yang akan memberikan penilaian hukum," tutur Fajar.
Lebih lanjut, Fajar mengaku, belum mendapat informasi terkait komunikasi antara pihak Partai Berkarya dengan MK. Namun, Fajar membenarkan jika perkara PHPU pileg yang telah diregistrasi masih memungkinkan untuk ditarik kembali.
"Penarikan kembali perkara setelah diregistrasi dimungkinkan. Ada aturannya dalam PMK Nomor 2 Tahun 2018," tambah Fajar.
Sebelumnya, Partai Berkarya mengajukan 35 gugatan tentang perselisihan hasil pemilu (PHPU) Pileg DPR dan DPRD ke Mahkamah Konstitusi. Parpol yang dipimpin Tommy Soeharto ini merupakan yang terbanyak mengajukan gugatan PHPU Pileg.
Dari berkas perkara yang sudah teregistrasi dan terdapat di laman resmi MK, Partai Berkarya memberikan kuasa kepada kantor hukum Nimran Abdurrahman & Partners Law Office dengan advokat atau penasihat hukum yakni Nimran Abdurahman, Hermanto, Ikhwan Fahroji, Muhammad Yusuf Sahide, Suyanto dan Panji Satria Utama.
Dalam permohonan tersebut, Partai Berkarya meminta MK membatalkan SK KPU Nomor: 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.
SK juga menyebut Partai Berkarya hanya mendapatkan suara sah nasional sebesar 2.929.495. Sementara dalam perhitungan mereka, Partai Berkarya mendapat suara sah nasional sebesar 5.719.495. Selisi perolehan suara sah Partai Berkarya sebesar 2.790.000 suara.
Menurut Partai Berkarya, dalam permohonan tersebut, terjadi pengurangan perolehan suara Partai Berkarya di 20 provinsi yang tersebar di 53 daerah pemilihan anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pengurangan ini terjadi karena kesalahan penghitungan suara dan/atau salah input data hasil pemilu oleh KPU sebagai termohon atas perolehan suara Partai Berkarya dan Partai Gerindra sebagai pihak terkait.
Kesalahan penghitungan suara dan/atau salah input data hasil pemilu oleh KPU membuat Partai Berkarya tidak lolos ambang batas 4 persen suara sah secara nasional. Sehingga, Partai Berkarya tidak diikutsertakan dalam penentuan perolehan kursi DPR RI.
Karena itu, dalam petitumnya, Partai Berkarya meminta MK membatalkan SK KPU Nomor: 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 atas penetapan hasil Pemilu anggota DPR terkait perolehan suara Partai Berkarya di 53 dapil.
Selain itu, Partai Berkarya juga meminta MK menetapkan hasil perolehan suara pemilu anggota DPR yang benar menurut Partai Berkarya. Yakni, 5.719.495 suara atau meminta MK memerintahkan KPU melakukan rekapitulasi ulang penghitungan suara di tingkat provinsi di 53 dapil sepanjang mengenai perolehan suara sah partai Berkarya dan Partai Gerindra.