Rabu 26 Jun 2019 16:25 WIB

Kendaraan Bermotor, Sumber Terbesar Masalah Udara Jakarta

75 persen masyarakat Jakarta menggunakan kendaraan bermotor pribadi.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Indira Rezkisari
Anies Baswedan
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menyatakan, sumber terbesar masalah udara Jakarta ialah kendaraan bermotor. Menurutnya, pengurangan penggunaan kendaraan pribadi juga belum cukup menekan polusi udara di Ibu Kota.

"Sumber terbesar masalah udara kita adalah kendaran bermotor yang banyak di Jakarta," ujar Anies di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu (26/6).

Baca Juga

Ia mengaku, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah mempercepat pengintegrasian transportasi umum. Di samping terus mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum.

Menurut Anies, kondisi kendaraan di Ibu Kota minimal harus seperti kondisi di tahun 1998. Ia melanjutkan, pada tahun 1998, separuh penduduk Jakarta menggunakan kendaraan umum.

Sementara saat ini, kata Anies, masyarakat yang menggunakan transportasi umum hanya 25 persen, sedangkan sisanya 75 persen naik kendaraan pribadi. Ia menargetkan pada 2030 kebalikannya yakni 75 persen menggunakan angkutan umum yang sudah terintegrasi.

"Sekarang 25 persen gunakan kendaran umum, 75 persen kendaraan pribadi. Target 2030, Alhamdulillah tahun Lalu menunjukan perbaikan," kata Anies.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Andono Warih mengatakan, perbaikan kualitas udara Ibu Kota bisa meningkat dalam jangka panjang. Menurutnya, untuk menekan polusi udara tak bisa dilakukan dalam waktu dekat.

"Udara ini kan tidak bisa juga yang seperti urusannya sampah, kalau sampah kelihatan saya sapu sudah selesai, kalau udara kan tidak, kita harus lebih dalam ke akar masalahnya," kata Andono.

Ia mengatakan, Dinas LH sudah memberikan paparan ke gubernur terkait bahan-bahan untuk menurunkan tingkat polusi udara yang buruk ini. Andono menyebut, salah satu akar permasalahan penyumbang polusi udara berasal dari sektor transportasi.

Menurut dia, para ahli menyatakan bahwa 75 persen kendaraan menjadi kontributor buruknya kualitas udara. Sebab, kata dia, kualitas bahan bakar di Indonesia masih mengandung belerang yang tinggi.

Sementara kendaraan yang teregistrasi di DKI Jakarta sebanyak 17 juta terdiri dari 13 juta sepeda motor dan empat juta kendaraan roda empat atau lebih. Akan tetapi, lanjut Andono, kendaraan yang bergerak di Ibu Kota bisa mencapai lebih dari jumlah tersebut.

Sebab, kendaraan-kendaraan di luar Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi juga justru melintas di Ibu Kota. Mengingat, masyarakat di luar kota juga bekerja dan berkegiatan di Jakarta.

"Salah satu caranya memang untuk transportasi rendah emisi bahkan kalau bisa zero emisi," kata Andono.

Ia menambahkan, saat ini Pemprov DKI sudah memulai menyediakan kendaraan rendah emisi yang dilakukan melalui PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). Bus-bus Transjakarta bahkan bisa zero emisi karena menggunakan tenaga listrik.

Sejak Selasa (25/6) lalu, situs daring penyedia peta polusi di kota-kota di dunia, AirVisual melaporkan tingkat polusi udara Jakarta terburuk di dunia. Bahkan pada Rabu (26/6) pagi, AirVisual juga menyebutkan bahwa Jakarta menempati urutan pertama sebagai kota dengan polusi udara terburuk di dunia.

AirVisual mencatat nilai air quality index (AQI) Jakarta pada Rabu pagi sebesar 200 atau kategori unhealthy, sedangkan pada Selasa pagi mencapai 231 atau kategori very unhealthy. AQI merupakan indeks yang menggambarkan tingkat keparahan kualitas udara di suatu wilayah.

Menurut AirVisual, AQI dihitung berdasarkan enam jenis polutan utama, seperti PM 2.5, PM 10, karbon monoksida, asam belerang, nitrogen dioksida, dan ozon permukaan tanah. Rentang nilai AQI dari 0 sampai 500.

Semakin tinggi nilainya, maka semakin tinggi tingkat polusi udara di wilayah tersebut. Kualitas udara buruk di Jakarta juga laporkan oleh data situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang memantau di kawasan Gelora Bung Karno (GBK).

Kondisi udara di Jakarta pada Selasa pagi dalam keadaan tidak sehat. Dengan nilai konsentrasi parameter PM 2,5 sebesar 100 mikrogram per meter kubik dan pada siangnya masih berada dikisaran nilai 63. Untuk Rabu siang turun menjadi 40.

Keadaan polusi ini tidak sehat bagi masyarakat umum saat masuk kategori very unhealthy. Terlebih bagi orang-orang yang sensitif terhadap polusi udara. Mereka akan mengalami penurunan daya tahan tubuh jika berkegiatan di luar ruangan dengan kondisi polusi yang baik.

Kelompok orang yang sensitif ini sebaiknya tetap berada di dalam rumah dan membatasi diri beraktivitas di luar ruangan. Dengan kondisi polusi udara yang seperti itu, AirVisual dalam situsnya menyarankan masyarakat menggunakan masker, alat pembersih udara, tidak membuka jendela rumah, dan menghindari dulu berolahraga di luar rumah.

Menurut Andono, alat ukur AirVisual hanya satu unit yang berada di Kedutaan Amerika, Jakarta Pusat. Di wilayah itu seringkali terjadi kemacetan lalu lintas yang seringkali tingkat polusinya lebih tinggi.

Sehingga, kata dia, jika satu alat ukur di satu tempat saja tidak bisa menggeneralisasi Jakarta secara keseluruhan. Termasuk tidak bisa menggambarkan kualitas udara di Jakarta dalam periode waktu yang sama.

"Tapi kalau digeneralisisasi ke Jakarta secara keseluruhan, mungkin kurang tepat. Dan kalau digeneralisasi ke sepanjang waktu sepanjang tahun juga kurang tepat," lanjut Andono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement