Sabtu 15 Jun 2019 06:40 WIB

Pengacara Jelaskan Tujuan Pemberian Dana dari Kivlan ke HK

Polri menuduh Kivlan memberikan dana kepada HK untuk pembelian senjata api.

Tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen (kiri) dikawal polisi usai menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum, Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (30/5/2019).
Foto: Antara/Reno Esnir
Tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen (kiri) dikawal polisi usai menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum, Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (30/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Kivlan Zen, Muhammad Yuntri, menekankan sejumlah dana yang diberi dari kliennya kepada tersangka pembunuhan empat pejabat negara, HK alias I (Iwan), adalah untuk aksi demonstrasi peringatan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Yuntri menegaskan dana itu bukan untuk membeli senjata.

"Sekitar bulan Maret itu beliau ini kan sangat anti-komunis, saat momentum Supersemar dia katakan, '''Wan ini coba kau bikin momentum demo lah entah apa untuk momentum Supersemar, anti-PKI', dikasihlah dana. Kemudian entah dilaksanakan tidak demonya, Iwan ini menghilang, lalu dicari dan kemudian tiba-tiba kasus ini muncul seperti ini," kata Yuntri, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (15/6) malam.

Berdasarkan informasi yang akhirnya beredar, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayjen (Purn) Kivlan Zen menerima uang sebesar 15 ribu dolar Singapura  atau setara Rp 150 juta dari politikus PPP Habil Marati. Kivlan kemudian dikabarkan memberikan uang itu kepada anak buahnya, tersangka kasus pembunuhan empat tokoh, Iwan Kurniawan alias Helmi Kurniawan (HK) untuk membeli senjata laras panjang dan pendek.

Senjata itu disebut untuk menembak mati Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Yuntri menampik tuduhan itu dan mengatakan jika untuk membeli senjata, seharusnya ada spesifikasinya apa dan keperluan apa.

"Ini kan belum terbuka," ujarnya.

Lebih lanjut, Yuntri mengatakan bahwa lokus dalam kasus kliennya adalah bahwa Kivlan baru terindikasi memiliki rencana pembunuhan. "Jadi istilahnya kalau nawaitu saja, itu hanya sesumbar. Hanya niat bercanda saja. Kalau percobaan pembunuhan, itu hanya rencana begini-begini tapi nggak mati. Kalau seandainya tidak dilakukan itu dan tidak diuraikan, hanya niatan saja, ya itu nggak bisa," kata Yuntri.

Karena itu, pihaknya meminta polisi membeberkan bukti pembelian senjata api hingga gelar perkara atas kasus yang dituduhkan kepada kliennya. Yakni, kepemilikan senjata api ilegal.

"Kalau ada pembelian senjata berarti ada transaski, mana uangnya, mana barangnya, mana bukti kuitansi. Polisi harus buktikan itu. Kalau seandainya enggak bisa buktikan begitu, berarti ini subjektif sekali, terlebih gelar perkara saja belum, sudah tersangka," kata Yuntri.

Yuntri menilai, purnawirawan berpangkat Mayor Jenderal itu ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal hanya atas pengembangan kasus anak buahnya Iwan Kurniawan alias Helmi Kurniawan (HK). Karenanya, dia meminta polisi melakukan gelar perkara bersama tim kuasa hukum Kivlan.

"Tuduhan-tuduhan tentu ada ukurannya, ada ujinya. Gelar saja perkara kalau mereka mengaku ini ada suatu bukti sehingga Pak Kivlan bisa dijadikan tersangka. Kan kita uji terbuka dong, jangan sampai berdasarkan subjektivitas polisi saja," ujar Yuntri.

Yuntri juga menambahkan, polisi bisa melanggar hukum jika tidak membeberkan bukti dan menggelar perkara secara terbuka yang akibatnya aparat penegak hukum bisa diartikan telah menafsirkan pidana. Jumat ini, Kivlan Zen diperiksa sebagai saksi Habil Marati, politikus PPP, yang ditetapkan sebagai tersangka dengab dugaan peran merupakan penyandang dana kericuhan 21-22 Mei 2019 dan pembelian senjata api.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement