REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI – Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi akan segera melakukan operasi yustisi atau operasi kependudukan di wilayah setempat pasca-Lebaran 2019. Jelang pelaksanaan pada awal bulan Juli nanti, kini pemkot fokus melakukan pendataan terlebih dahulu terhadap pendatang baru dari berbagai daerah.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bekasi, Taufiq Rahmat Hidayat, mengatakan, pihaknya telah meminta setiap camat dan lurah di Kota Bekasi untuk melakukan pendataan terhadap pendatang baru di wilayah masing-masing. Pihaknya memberikan waktu hingga tanggal 28 Juni 2019 untuk mendata pendatang baru di setiap RW.
“Setelah data lengkap, kita akan lakukan pemilahan data penduduk pendatang yang memiliki identitas dan yang tidak,” ungkap Taufiq kepada Republika.co.id, Rabu (12/6).
Ia menjelaskan, pendataan akan dilakukan dengan mengecek Kartu Tanda Penduduk (KTP) pendatang dan Surat Keterangan Pindah WNI (SKPWNI) dari daerah asal. Jika memiliki kedua syarat tersebut, kata Taufiq, maka akan diproses data-datanya untuk bisa tinggal di Kota Bekasi. Sedangkan yang tidak, akan diminta melengkapi surat-surat tersebut terlebih dahulu.
"Nanti bagi mereka yang tidak memiliki data kependudukan kita minta kembali ke daerah asalnya untuk melengkapi bukti-bukti administrasi kependudukan," ujarnya.
Sebelumnya, Taufiq memperkirakan akan ada sebanyak 9.000 orang pendatang baru yang akan tiba di Kota Bekasi seusuai Lebaran 2019. Sedangkan, hingga hari ini, tujuh hari usai Lebaran, pihaknya belum mendapatkan data jumlah pendatang baru tersebut.
"Kita melihat kedatangan penduduk sebagai proses yang harus berdasarkan data dan fakta, maka kita akan tunggu hasil pendataan untuk menilai sejauh mana proses kedatangan penduduk ke Kota Bekasi," ujarnya.
Muhammad Akhir Nasution (24 tahun), salah seorang pendatang baru ke Kota Bekasi, mengaku kedatangannya untuk mencari pekerjaan. Pria lulusan Universitas Andalas, Padang itu memilih Kota Bekasi sebagai tujuan karena memiliki saudara untuk menompang tinggal sementara waktu di Kelurahan Kayuringin Jaya, Bekasi Selatan.
"Selain ada saudara, kalau di sini kan banyak wilayah industri juga. Jadi peluang kerja mungkin ada," ujar pria asal Sumatera Utara ini. Tingginya Upah Minimum Kota (UMK) Bekasi juga jadi alasan lain untuk Akhir datang ke kota berjuluk Kota Patriot itu. Untuk 2019, UMK Kota Bekasi sebesar Rp 4,2 juta, lebih besar Rp 300 ribu dibandingkan DKI Jakarta.
Namun, kedatangan Akhir untuk mengadu nasib itu tak disertai kelengkapan dokumen seperti yang diharapkan Pemkot Bekasi. Ia tidak membawa dan bahkan tak pernah mengurus SKPWNI di kampung halamannya. "Kan saya selalu bawa KTP yang sifatnya sudah nasional," ucapnya.