REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri menjelaskan, video viral beredar di media sosial yang menarasikan kepolisian menganiaya remaja di bawah umur hingga meninggal. Kepolisian menyebut video itu terkait dengan dua peristiwa, yakni narasi video viral itu hoaks dan pelaku adalah pemasok batu untuk perusuh di depan Bawaslu RI pada 22 Mei 2019.
"Terkait masalah peristiwa tersebut sempat beredar viral di media sosial, ini peristiwanya berbeda karena ada dua peristiwa oleh akun, dijadikan satu seolah-olah peristiwa itu menjadi satu kesatuan," kata Karopenmas Divhumas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Kemenkopolhukam, Jakarta, Sabtu (25/5).
Dia menjelaskan, aksi massa di depan kantor Bawaslu RI berlangsung damai hingga pukul 23.00 WIB pada 22 Mei 2019. Aksi tersebut diikuti kurang lebih 20 elemen masyarakat.
Menjelang malam, provokasi yang sudah didesain perusuh dimulai dengan melemparkan benda keras, petasan, dan bambu. Dedi menyebut aksi demo itu diprakarsai berbagai orang dalam satu area, salah satunya tersangka A alias Andri Bibir. Andri Bibir berperan mengumpulkan batu menggunakan tas ransel. Kemudian, batu-batu itu disuplai untuk teman-temannya sebanyak 10 orang.
Pasukan kepolisian yang bertugas di depan KPU, berusaha menghalau dan mengimbau untuk tidak melakukan anarkis. Namun, imbauan dan halauan tidak diindahkan para perusuh.
Kemudian, aparat berhasil mengamankan 11 tersangka sampai pukul 23.00 WIB. A alias Andri Bibir yang berperan mengumpulkan batu dan membawa dua jerigen air, fungsinya untuk mencuci mata teman-temannya yang terkena gas air mata.
Mulyadi, Arya, Asep, Masuki, M Yusuf, Suryato, Andi, Syafudin, Markus berperan melakukan penyerang-penyerangan kepada aparat, seperti melempar batu, botol, bom molotov, bambu. Dedi mengatakan 11 tersangka dijerat Pasal 170 KUHP dan 214 KUHP dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
Dia mengimbau pada masyarakat untuk tidak percaya kepada akun-akun yang menyebarkan video, foto, rekaman suara yang kurang kredibel. Dedi menegaskan video viral dengan narasi, "Innalillahi wa innalilaiji rajiun, anak bernama Harun (15 tahun), Kebon Jeruk, Jakarta Barat disiksa oleh oknum di Masjid Al-Huda. Semoga almarhum ditempatkan disisi terbaik Allah SWT, Aamiin ya rabbalalamin" adalah hoaks.
Menurut Dedi, yang dilakukan penindakan itu adalah Andri Bibir. Kepolisian mengaku memiliki bukti analisis dari rekam jejak digital berupa media sosial bahwa Andri Bibir adalah orang yang sama dengan sosok yang ada dalam video viral itu.
"Si A menggunakan pakaian hitam, kaos hitam, celana jeans yang sudah sobek-sobak itu barang buktinya, kita sertakan di sini. Ini adalah saudara Andri Bibir. Mereka melakukan tindakan anarkistis. Berita tentang Harun adalah hoaks," kata Dedi.
Dia menegaskan, barang siapa yang memviralkan atau mentrasmisikan video dan foto dengan narasi yang tidak sesuai, dapat dikatakan menyebarkan berita hoaks atau bohong. Dia menjelaskan jika konten-konten tersebut terus disebarkan, maka masyarakat akan terpengaruh opininya.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menjelaskan kronologis penutupan sementara media sosial terkait pengumuman KPU pada 21 Mei dini hari. Kemkominfo mendengar ada insiden yang diduga dapat membuat masyarakat resah.
"Oleh karena itu, kami lakukan pembatasan. Pembatasan 22 Mei, efektif jam 13.00 WIB. Masyarakat tak bisa unggah video dan gambar," kata Semuel. Hari ini, Kemkominfo sudah melakukan normalisasi pukul 12.30 WIB.