Sabtu 25 May 2019 00:23 WIB

AJI Catat Ada 20 Jurnalis Alami Kekerasan Saat Aksi 22 Mei

AJI mendesak aparat mengusut tuntas kekerasan puluhan jurnalis berbagai media itu.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Aksi 22 Mei. Sejumlah massa melakukan pembajakan sebuah mobil pemadam kebakaran di jalan Kemanggisan Utama, Slipi Jaya, Jakarta, Kamis (23/5).
Foto: Fakhri Hermansyah
Aksi 22 Mei. Sejumlah massa melakukan pembajakan sebuah mobil pemadam kebakaran di jalan Kemanggisan Utama, Slipi Jaya, Jakarta, Kamis (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mencatat ada 20 jurnalis dari berbagai media yang menjadi korban kekerasan saat meliput aksi unjuk rasa berujung kerusuhan pada 21-22 Mei. Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani Amri menyebut kasus kekerasan tersebut terjadi di kawasan Thamrin, Petamburan, dan Slipi Jaya, Jakarta.

Pihak kepolisian dan massa aksi diduga menjadi pelaku kekerasan tersebut. Bentuk kekerasan yang dialami jurnalis berupa pemukulan, penamparan, intimidasi, persekusi, ancaman, perampasan alat kerja jurnalistik. Selain itu, jurnalis juga ada yang mengalami penghalangan liputan, penghapusan video dan foto hasil liputan, pelemparan batu, hingga pembakaran motor.

Baca Juga

"Mayoritas kasus kekerasan itu terjadi saat para jurnalis meliput aksi unjuk rasa di sekitar Gedung Bawaslu, di kawasan Thamrin. Beberapa kasus di antaranya, aparat kepolisian melarang jurnalis merekam aksi penangkapan orang-orang yang diduga sebagai provokator massa," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (24/5).

Ia menyayangkan jurnalis yang tetap mengalami kekerasan meskipun mereka sudah menunjukkan identitasnya, seperti kartu pers kepada aparat. ASnil mengatakan, aparat menunjukkan sikap tak menghargai kerja jurnalis yang pada dasarnya telah dijamin dan dilindungi oleh UU Pers.

photo
Aksi 22 Mei. Sejumlah massa membakar ban di tengah jalan Kemanggisan Utama, Slipi Jaya, Jakarta, Kamis (23/5).

Ia menduga jumlah korban masih bisa bertambah karena pendataan dan verifikasi terus dilakukan. "Tak menutup kemungkinan, masih banyak jurnalis lainnya yang menjadi korban, dan belum melapor. Kasus kali ini merupakan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terburuk sejak reformasi," ujarnya.

Berikut ini data yang dicatat AJI Jakarta terkait kasus kekerasan terhadap jurnalis: 

1. Budi, kontributor CNN Indonesia TV, mengalami kekerasan fisik, perampasan alat kerja dan penghalangan liputan oleh aparat polisi.

2. Intan jurnalis RTV, mengalami persekusi oleh massa aksi.

3. Rahajeng, jurnalis RTV, mengalami persekusi oleh massa aksi.

4. Draen, jurnalis Gatra, mengalami kekerasan fisik dan diusir oleh polisi.

5. Felix, jurnalis Tirto, dihalangi saat liputan.

6. Dwi, jurnalis Tribun Jakarta, mengalami kekerasan tidak langsung, kepala bocor terkena lemparan batu massa aksi.

7. Ryan, jurnalis CNNIndonesia.com, mengalami kekerasan fisik, perampasan alat kerja dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi.

8. Ryan, jurnalis MNC Media, alat kerjanya dirampas oleh massa aksi.

9. Fajar, jurnalis Radio MNC Trijaya, mengalami kekerasan fisik, penghapusan karya jurnalistik dan penghalangan liputan oleh aparat Polisi.

10. Fadli, jurnalis Alinea.id, mengalami kekerasan fisik dan penghalangan liputan.

11. Fahreza, jurnalis Okezone.com, mengalami perusakan alat kerja/motor oleh massa aksi.

12. Putera, jurnalis Okezone.com, mengalami perusakan motor oleh aparat.

13. Aji, jurnalis INews TV, mengalami kekerasan fisik dan diusir oleh aparat kepolisian.

14. Setya, jurnalis TV One, mengalami kekerasan fisik dan penghalangan liputan oleh aparat polisi.

15. Ario, VJ Net TV, mengalami perusakan alat kerja/motor dibakar.

16. Yuniadhi, fotografer Kompas, motornya dirusak.

17. Topan, fotografer Tempo, mengalami kekerasan tidak langsung, matanya kena serpihan dari bom molotov massa aksi.

18. Niniek, jurnalis AP, mengalami persekusi online (doxing).

19. Jurnalin CNNIndoensia.com, penghalangan peliputan.

20. Kru ABC News, intimidasi aparat polisi.

 

photo
Ambulans Pembawa Batu 22 Mei.Jurnalis mengambil gambar mobil ambulans yang membawa batu saat kerusuhan di Gedung Bawaslu (22/5) malam di Polda Metro Jaya, jakarta Pusat, Kamis (23/5).

Atas tindakan itu, AJI Jakarta dan LBH Pers mengecam keras aksi kekerasan dan upaya penghalangan kerja jurnalis yang dilakukan oleh aparat kepolisian maupun massa aksi. Asnil menilai kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik.

"Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp 500 juta," ucapnya.

Pihaknya mendesak aparat keamanan dan masyarakat untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan. "Kami juga mengimbau kepada para pimpinan media massa untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement