REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah jurnalis turut menjadi korban dalam kericuhan massa yang terjadi di sekitaran Bawaslu RI, Thamrin, Jakarta Pusat dan titik lainnya dalam dua hari terakhir. Mereka menjadi korban intimidasi, kekerasan hingga dibakar kendaraannya.
Pantauan Republika.co.id pada Rabu (22/5) malam di depan Gedung Bawaslu, seorang jurnalis sempat terkena lemparan benda padat di bagian kepala, yang menyebabkan kepala jurnalis tersebut berdarah. Kemudian pada saat tengah malam, motor jurnalis NET TV Aryo yang diparkir di Pos Polisi Sabang juga dibakar.
Sementara, verifikasi tim Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, juga mencatat adanya intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis. Mereka di antaranya, Budi Tanjung (Jurnalis CNNIndonesia TV), Ryan (CNNIndonesia.com), Ryan (Jurnalis MNC Media), Fajar (Jurnalis Radio MNC Trijaya), Fadli Mubarok (Jurnalis Alinea.id), dan dua jurnalis RTV yaitu Intan Bedisa dan Rahajeng Mutiara.
Budi Tanjung, jurnalis Transmedia, dipukul di bagian kepala dan rekaman videonya di ponsel dihapus oleh sejumlah orang diduga aparat di depan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, pada Rabu dini hari.
Peristiwa kekerasan lainnya juga dialami jurnalis CNNIndonesia.com, Ryan saat meliput di Jalan Jatibaru, Jakarta Pusat. Saat itu, Ryan sedang merekam aksi polisi yang menangkap provokator massa. Namun, diduga ada aparat yang merebut ponselnya dan meminta menghapus video.
Ryan dipukul di bagian wajah, leher, lengan kanan bagian atas, dan bahu oleh beberapa orang diduga aparat dan orang berseragam bebas. Mereka juga menggunakan tongkat untuk memukul Ryan. Aparat tersebut diduga tetap melakukan kekerasan walaupun Budi dan Ryan mengaku sebagai jurnalis, bahkan telah menunjukkan identitasnya sebagai jurnalis.
Kekerasan terhadap jurnalis juga dilakukan oleh massa aksi. Mereka melakukan intimidasi dan merampas peralatan kerja jurnalis seperti kamera, telepon genggam, dan alat perekam. Massa memaksa jurnalis untuk menghapus semua dokumentasi berupa foto maupun video. Beberapa jurnalis bahkan mengalami tindak kekerasan fisik berupa pemukulan.
Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri menyebut, tindakan yang mengintimidasi jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan itu bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik. Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp 500 juta.
Atas tindakan kekerasan yang dialami Jurnalis, AJI mendesak aparat keamanan dan masyarakat untuk menghormati dan mendukung iklim kemerdekaan pers, tanpa ada intimidasi serta menghalangi kerja jurnalis di lapangan. AJI juga mengimbau kepada para pimpinan media massa untuk bertanggung jawab menjaga dan mengutamakan keselamatan jurnalisnya. Sebab, tidak ada berita seharga nyawa.
"Mengimbau para jurnalis yang meliput aksi massa untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan," kata Asnil Bambani Amri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/5).