REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan terus melakukan kerja sama dengan seluruh penyelenggara media sosial menghilangkan konten terorisme dan radikalisme. Hal tersebut sesuai dengan keingin Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengikuti pertemuan Christchurch Call di Paris untuk membahas pencegahan penyebaran konten terorisme dan radikalisme di media sosial.
"Apa yang disampaikan Pak Jusuf Kalla sudah dilakukan oleh Kominfo. Itu bekerja sama dengan seluruh penyelenggara medsos untuk memerangi terorisme dan radikalisme," kata Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo, Ferdinandus Setu, Kamis (16/5).
Ia juga menambahkan, sejak 10 tahun terakhir, sampai dengan Maret 2019 Kemenkominfo sudah melakukan pemblokiran terhadap lebih dari 11 ribu konten yang bermuatan radikalisme dan terorisme. Berdasarkan platform, konten terbanyak diblokir berada pada Facebook dan Instagram yakni sebanyak 8.131 konten.
Adapun konten radikalisme dan terorisme yang diblokir di Google dan Youtube sebanyak 678 konten. Selain itu, 614 konten di platform Telegram, 502 konten di filesharing, dan 494 konten di situs web.
"Nah ini kami sudah melakukan pemblokiran sejak 2019. Sampai dengan terakhir di bulan Maret itu. Data terakhir kami belum cek, tapi yang pasti angkanya naik. Yang jelas kami terus melakukan pemblokiran," kata Ferdinandus.
Saat ini, Kemenkominfo juga memiliki mesin AIS yang digunakan untuk memblokir konten-konten pelanggar UU ITE. Ferdinandus menjelaskan, dengan digunakannya mesin AIS, proses pemblokiran dapat dilakukan dengan lebih cepat.
"Mesin AIS ini juga didukung oleh 100 orang tim verifikator yang bekerja 24 jam tujuh hari sepekan, yang benar-benar memantau internet Indonesia dari konten yang berbahaya, yang dapat mengganggu Indonesia," kata dia.