REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah menolak penghitungan pemilihan presiden (Pilpres) 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun mereka membantah jika sikapnya tersebut tidak menghargai ratusan nyawa petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"Justru banyaknya korban, jangan buat hitung curang, jangan sia-siakan korban nyawa lebih dari 500 dengan berbuat curang," tegas Ketua Tim Siber BPN Prabowo-Sandiaga Uno saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (16/5).
Bahkan, kata Agus Maksum, penolakan terhadap penghitungan tersebut untuk menghargai ratusan nyawa KPPS dan penyelenggara Pemilu lainnya yang menjadi korban. Oleh karena itu, kata Agus, jangan lakukan perampokan suara dan memindah-mindahkan suara. "Biarkan suara di hitung apa adanya itulah suara rakyat," ungkapnya.
Selain itu, Agus Maksum juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah sepakat dengan KPU terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT) invalid. Praktis, lanjutnya, DPT bermasalah ini tidak pernah terselesaikan sampai pilpres berlangsung. Bahkan sampai dengan 14 April lalu, pihaknya tidak sepakat dengan DPT dan masih meminta agar diperbaiki.
"DPT final tidak pernah diberikan pada pasangan capres sampai pilpres berlangsung. Jadi siapa yang bersepakat dan kapan sepakatnya?" tanyanya dengan heran.
Sebenarnya, BPN sudah melayangkan protes terkait DPT siluman itu sebelum pencoblosan 17 April lalu. Kemudian KPU memberi komitmen akan membereskan, tapi sampai pencoblosan selesai tidak ada penyelesaian pasti terkait hal itu. Tidak tanggung-tanggung jumlah DPT invalid itu sebanyak 17,5 juta.
"Juga terdapat 6,1 juta DPT ganda di lima provinsi, dan 18,8 juta DPT invalid dan 117.333 kartu keluarga manipulatif. Semuanya tidak terselesaikan sampai pilpres berlangsung," keluhnya.