Selasa 07 May 2019 16:23 WIB

Mabes Polri Akui Tunggu Waktu Tetapkan UBN Sebagai Tersangka

Polri bantah penetapan terkait dengan politik yang terjadi setelah Pemilu 2019.

Rep: Bambang Noroyono / Red: Ratna Puspita
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah)
Foto: Republika TV/Wisnu Aji Prasetiyo
Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri mengakui sengaja menunggu waktu yang tepat untuk menetapkan tersangka Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Ustaz Bachtiar Nasir (UBN). Mabes Polri menuduh UBN dengan sangkaan penggelapan dana yayasan dalam kegiatan Aksi Damai 411 dan 212 pada 2017 lalu. 

“Momen 2017 sampai 2018 itu sangat rentan. Karena (menjelang) pemilu (2019),” kata Juru Bicara Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Selasa (7/5).

Baca Juga

Dia mengatakan, penyidik mengkalkulasi kasus dugaan penggelepan tersebut dengan potensi reaksi keras dari para pendukung UBN. Apalagi, kasus tersebut menyangkut tentang pendanaan terkait aksi umat Islam, yakni aksi 411 dan 212.

Selain itu, sepanjang dua tahun tersebut merupakan momen pra-Pemilu 2019.  “Tetapi proses hukum terhadap yang bersangkutan dan kasus itu masih terus berjalan,” ujar Dedi.

Dedi mengatakan, meski sangkaan penggelapan oleh UBN sempat mangkrak selama dua tahun, penyidik di Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittpideksus) sudah punya dua alat bukti meningkatkan penyelidikan menjadi penyidikan terhadap UBN. Kini, UBN ditetapkan menjadi tersangka.

UBN pun kembali diperiksa sebagai tersangka di Dittpideksus Mabes Polri, Truno Joyo, Jakarta Selatan (Jaksel) pada Rabu (8/5) besok. “Tentunya penyidik sudah punya dua alat bukti. Dua alat bukti ini yang akan nanti diklarifikasi oleh penyidik kepada yang bersangkutan,” terang Dedi.

Dedi menolak anggapan bahwa penetapan tersangka UBN oleh kepolisian kali ini masih terkait dengan konstelasi politik yang terjadi setelah Pemilu 2019. Dedi pun menolak anggapan penetapan tersangka UBN sebagai bentuk dari upaya melakukan kriminalisasi UBN yang selama ini vokal di barisan oposisi pemerintah. 

“Perbuatan melawan hukum yang dilakukan sesorang tidak melihat status sosialnya. Yang jelas, orang tersebut harus mempertanggung jawabkan apa yang sudah diperbuatnya,” sambung Dedi.

Sementara UBN belum dapat dimintai tanggapannya terkait status tersangka dan pemeriksaan terhadapnya besok. 

Terkait kasus ini, berawal dari dugaan Polri atas penyimpangan dana sumbangan yang dikelola UBN sebesar Rp 3,8 miliar. Pada 2017, kepolisian pernah memeriksa UBN terkait tuduhan tersebut.

Ketika itu, UBN masih dalam status terperiksa. UBN menyatakan dana sumbangan masyarakat tersebut sebagai modal untuk gelaran aksi 411 dan 212 pada 2017.

Aksi tersebut merupakan demonstrasi damai umat Islam untuk mengawal fatwa MUI tentang penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahja Purnama atau Ahok yang ketika itu menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. UBN juga mengatakan sebagian dari sumbangan tersebut untuk membantu korban bencana gempa bumi di Aceh, dan bajir di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Polri menduga, dana tersebut berasal dari sumber yang dicurigai, dan dialokasikan untuk kegiatan yang tak semestinya. Terkait dugaan itu, mengacu surat pemeriksaan keluaran Dittpideksus Mabes Polri pada 3 Mei 2018, UBN dituduhkan banyak sangkaan.

Polri menebalkan UBN akan diperiksa terkait dugaan pelanggaran Pasal 70 juncto Pasal 5 ayat (1) UU 28/2004 tentang Yayasan atau Pasal 374 KUH-Pidana, atau Pasal 49 ayat (2) huruf b UU nomor 10/1998 tentang Perbankan, atau Pasal 63 ayat (2) UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah, dan Pasal 3, serta Pasal 6 UU 8/2010 TPPU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement