Selasa 07 May 2019 14:50 WIB

Lima Tahun Cuci Darah Dibiayai JKN-KIS

Kisah Syafnel menjadi bukti kebermanfaatan menjadi peserta JKN-KIS

Syafnel (kanan), peserta JKN-KIS.
Foto: Istimewa
Syafnel (kanan), peserta JKN-KIS.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Memiliki tubuh yang sehat dan bugar adalah impian setiap orang. Tidak ada satupun orang yang menginginkan jatuh sakit apalagi jatuh miskin karena sakit. Beruntung bagi masyarakat yang telah memiliki JKN-KIS, karena merasa tenang saat membutuhkan pelayanan kesehatan.

Hal tersebut diutarakan langsung oleh Syafnel (60 tahun), salah satu peserta PBPU Kota Bandung yang terdaftar di hak kelas II (dua). Syafnel mendaftar sejak Program JKN-KIS pertama kali digulirkan pemerintah pada awal tahun 2014. Namun siapa sangka, bahwa dua bulan setelah mendaftar, tepatnya per tanggal 20 Maret 2014, Syafnel harus membutuhkan perawatan hingga saat ini.

“Awalnya kadar gula saya memang tinggi, pernah beberapa kali masuk UGD rumah sakit. Tak disangka, ternyata yang bermasalah ginjal saya, sehingga harus menjalani cuci darah setiap minggu,” ujar Syafnel yang menceritakan awal mula sakitnya, saat ditemui di kediaman.

Kondisi Syafnel yang mulanya kurus dan lemah, setelah menjalani cuci darah berangsur membaik. Tepatnya saat dokter menambah frekuensi cuci darah dari dua kali menjadi tiga kali dalam seminggu.

“Lebih kurang setahun cuci darah dua kali seminggu, setelah itu dokter menetapkan tiga kali. Alhamdulillah, kondisi saya berangsur semakin membaik. Sekarang lebih terlihat segar dan tidak mudah capek”, cerita Syafnel sambal tersenyum.

Saat ditanya terkait pelayanan kesehatan yang ia terima selama ini, Syafnel sangat bersyukur karena semua berjalan baik tanpa mengeluarkan biaya sedikitpun. Sang istri, Nurbayni, juga membenarkan apa yang disampaikan suaminya.

“Kami sangat terbantu dengan adanya JKN-KIS. Kalau misalnya peserta lain ada yang mengeluh, mungkin ada yang salah dengan prosedur mereka. Selama ini pengobatan bapak selalu berjalan lancar dan tidak ada masalah. Kalau antri itu suatu hal yang biasa, kita membeli sembako saja antre, apalagi untuk berobat. Belum lagi saat ini tingkat kesakitan masyarakat itu sangat tinggi. Jika mau berhitung, entah berapa yang harus kami keluarkan. Setiap bulan kami hanya membayar Rp 51 ribu per orang, sedangkan yang dibiayai BPJS Kesehatan sudah ratusan juta,” jelas Nur, begitu sapaannya.

Melalui pengalaman yang ia dapatkan, Syafnel enggan hanya berdiam diri. Ia berkomitmen mengedukasi masyarakat lainnya. Jika ada yang belum terdaftar JKN-KIS, Syafnel akan menghimbau untuk mendaftar. Jika ada yang memiliki persepsi negatif, ia tidak sungkan untuk membagi informasi.

“BPJS Kesehatan tidak pernah mempersulit saya, pelayanan yang saya terima sangat mantap. Bahkan saya ingin menebar kebaikan kepada yang lainnya. Alhamdulillah, menuju sehat dengan BPJS Kesehatan,” tutur Syafnel. ril

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement