Senin 29 Apr 2019 16:30 WIB

Jokowi Pilih Pindahkan Ibu Kota di Luar Jawa

Jokowi tidak ingin Ibu Kota dipindahkan ke sekitar Jakarta karena Jawa sudah padat.

Rep: Dessy Suciati Saputri / Red: Ratna Puspita
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyampaikan sambutan pada acara Indonesia Islamic Economy Festival (IIEFest) 2019 yang digelar Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), di The Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Jumat (26/4).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyampaikan sambutan pada acara Indonesia Islamic Economy Festival (IIEFest) 2019 yang digelar Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), di The Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Jumat (26/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo memilih memindahkan Ibu Kota Republik Indonesia dari Jakarta ke luar Pulau Jawa. Pilihan ini merupakan alternatif ketiga yang disodorkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. 

"Dalam rapat tadi diputuskan, presiden memilih alternatif ketiga, yaitu memindahkan Ibu Kota ke luar Jawa. Ini barangkali salah satu putusan penting yang dilahirkan hari ini dan tentunya akan dilanjutkan dengan ratas berikutnya yang akan bicara lebih teknis, bicara desain, dan bicara mengenai masterplan dari kota itu sendiri," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Bambang Brodjonegoro usai rapat terbatas mengenai tindak lanjut rencana pemindahan ibu kota di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (29/4). 

Baca Juga

Bambang pun menjelaskan tiga alternatif lokasi baru Ibu Kota berdasarkan hasil kajian Bappenas yang disampaikan dalam ratas ini. Alternatif pertama, yakni Ibu Kota tetap berada di Jakart, tetapi daerah di sekitar Istana dan Monas akan ditata khusus untuk kantor-kantor pemerintahan, kementerian, dan lembaga. 

"Seluruh kawasan pemerintahan berada di satu tempat dan itu menciptakan efisiensi di dalam tugas koordinasi pemerintah," tambahnya.

Alternatif kedua, pusat pemerintahan dipindah ke luar Jakarta dalam radius sekitar 50-70 km dari Jakarta. Skenario ini mencontoh pemindahan pusat pemerintahan Putra Jaya, Malaysia.

Menurut Bambang, terdapat beberapa wilayah yang cocok dengan opsi ini. Namun, Bambang mengatakan, opsi pemindahan di Pulau Jawa yang menyumbang ekonomi hingga 58 persen ini tak menjadi pilihan karena wilayah Jawa memiliki kepadatan yang tinggi.

Jokowi ingin agar pemerintah tak hanya terfokus membahas pemindahan Ibu Kota ke wilayah di sekitar Jakarta. "Arahan presiden hari ini, jangan hanya bicara mengenai Jakarta, bicara juga mengenai Pulau Jawa karena Pulau Jawa penduduknya 57 persen penduduk Indonesia. Artinya penduduknya itu sekitar 140-150 juta orang," jelas dia. 

Apalagi, ia mengatakan, tak sedikit lahan produktif pertanian di Pulau Jawa yang telah beralih fungsi menjadi wilayah perumahan dan properti. "Kalau kita hanya memindahkan masih di Pulau Jawa, apalagi hanya di seputaran Jakarta, ini juga tidak mengurangi beban dari Pulau Jawa dan tidak membuat pembangunan kita lebih Indonesia sentris tapi lebih memperkuat Pulau Jawanya," kata Bambang.

Alternatif ketiga, yakni memindahkan Ibu Kota ke luar Jawa, khususnya di kawasan Timur Indonesia. Langkah ini juga banyak diterapkan oleh berbagai negara lainnya seperti Brasil, Korea, dan juga Kazakhstan.

Alternatif inilah yang diminati oleh Presiden untuk ditindaklanjuti.  Menurut Bambang, pemerintah juga telah menyiapkan dua skenario luasan wilayah yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru.

Skenario pertama yakni seluas 30 ribu hektare dan skenario kedua seluas 40 ribu hektare. "Jadi ini nanti yang akan jadi pertimbangan tergantung pada jumlah penduduk dari kota tersebut. Skenario pertama jumlah penduduknya 1,5 juta, skenario kedua 900 ribu orang," jelas dia.

Lebih lanjut, pemindahan ibu kota ini juga membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Namun, Jokowi menekankan agar skema pembiayaan tidak memberatkan APBN yakni dengan melibatkan pihak swasta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement