Jumat 26 Apr 2019 17:20 WIB

Konstruksi Kasus Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman

Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman keluar dari ruang kerjanya usai diperiksa sekaligus menyaksikan proses penggeledahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bale Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (24/4/2019).
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman keluar dari ruang kerjanya usai diperiksa sekaligus menyaksikan proses penggeledahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bale Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu (24/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Bayu Adji P, Dian Fath Risalah, Antara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini mengumumkan penetapan Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman, sebagai tersangka kasus dugaan suap Dana Alokasi Khusus Kota Tasikmalaya TA 2018. Budi diduga memberikan suap sebesar Rp 400 juta terkait pengurusan DAK untuk Kota Tasikmalaya TA 2018 kepada terpidana kasus yang sama, Yaya Purnomo.

Baca Juga

"KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan tersangka BBD, Wali Kota Tasikmalaya periode 2012-2017 dan 2017-2022," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, pada konferensi pers yang dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/4).

Febri menjelaskan konstruksi kasus yang menjerat Budi. Sekitar awal 2017, Budi diduga bertemu dengan Yaya Purnomo untuk membahas alokasi DAK Kota Tasikmalaya.

"Dalam pertemuan itu, Yaya diduga menawarkan bantuan untuk pengurusan alokasi DAK dan BBD bersedia memberikan fee jika Yaya membantunya mendapatkan alokasi DAK," kata Febri.

Yaya Purnomo merupakan mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. Selanjutnya, kata Febri, pada bulan Mei 2017, Budi mengajukan usulan DAK untuk Kota Tasikmalaya TA 2018 kepada Kementerian Keuangan. Beberapa bidang yang diajukan dalam usulan tersebut adalah jalan, irigasi, dan rumah sakit rujukan.

"Pada tanggal 21 Juli 2017, BBD kembali bertemu Yaya Purnomo di Kementerian Keuangan. Dalam pertemuan tersebut, BBD diduga memberi Rp 200 juta kepada Yaya Purnomo," ungkap Febri.

Pada Oktober 2017, dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2018, Kota Tasikmalaya diputuskan mendapat alokasi DAK sebesar Rp124,38 miliar. "Pada tanggal 3 April 2018, BBD kembali memberikan uang Rp200 juta kepada Yaya Purnomo. Pemberian tersebut diduga masih terkait dengan pengurusan DAK untuk Kota Tasikmalaya TA 2018," ujar Febri.

Dalam kasus ini Budi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Nama Budi Budiman pernah muncul dalam fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta sebagai pemberi suap kepada Yaya Purnomo. Budi diketahui memberikan suap Rp 700 juta kepada Yaya Purnomo.

Dalam perkara yang sama, Yaya telah divonis 6,5 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 1 bulan dan 15 hari kurungan karena terbukti menerima suap dan gratifikasi dalam pengurusan DAK dan Dana Insentif Daerah (DID) di sembilan kabupaten. Yaya terbukti menerima suap Rp 300 juta dari bagian Rp 3,1 miliar dari Bupati Lampung Tengah Mustafa melalui Taufik Rahman yang diperuntukkan untuk anggota fraksi Partai Demokrat Amin Santono untuk pengurusan DAK dan DID.

Penggeledahan di tiga lokasi

Sebelum mengumumkan status tersangka Budi, pada Kamis (25/4), penyidik KPK melakukan serangkaian penggeledahan di Kota Tasikmalaya. Penyidik melakukan penggeledahan di tiga lokasi, yakni kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Kesehatan, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Tasikmalaya.

"Dari tiga lokasi ini, penyidik menyita sejumlah dokumen-dokumen anggaran dan proyek serta data-data elektronik," kata Febri.

Penggeledahan di tiga instansi Kota Tasikmalaya usai selepas azan Magrib berkumandang, Kamis (25/4). Berdasarkan pantauan Republika, sekitar Pukul 18.00 WIB, seluruh penyidik KPK meninggalkan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Tasikmalaya.

Sebelumnya, pemeriksaan penyidik KPK di Kota Tasik pada Kamis terbagi menjasi dua tim. Satu tim melakukan pemeriksaan ke kantor Dinas PUPR, sementara yang lainnya memeriksa ke RSUD dr Soekardjo. Kedua tim sama-sama memulai pemeriksaan sekitar pukul 10.30 WIB.

Tim penyidik KPK yang memeriksa RSUD dr Soekardjo berpindah ke Dinas Kesehatan sekitar pukul 14.30 WIB. Setelah memeriksa di Dinas Kesehatan, tim penyidik KPK membawa sejumlah berkas dalam koper dan kardus menuju Dinas PUPR sekitar pukul 17.15 WIB.

Republika melihat Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Tasik Ivan Dicksan selalu mendampingi pemeriksaan tersebut. Tak hanya itu, Direktur Utama RSUD dr Soekardjo, Wasisto Hidayat dan Kepala Dinas Kesehatan Cecep Zainal Kholis juga nampak, saat kantor mereka masing-masing diperiksa. Namun, para pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya itu bungkam saat ditanya wartawan.

Baru pada sekitar pukul 18.00 WIB pemeriksaan Dinas PUPR Kota Tasik oleh penyidik KPK selesai. Tak ada keterangan, tempat mana lagi yang hendak dituju oleh para penyidik KPK tersebut.

Pemeriksaan tiga kantor instansi di Kota Tasik itu merupakan lanjutan dari pemeriksaan penyidik sebelumnya kepada Wali Kota Tasik Budi Budiman pada Rabu (24/4). Budi diperiksa di ruang kerjanya, yang terletak di lantai dua, Bale Kota Tasik, selama kurang lebih 10 jam. Setelah memeriksa, para penyidik juga membawa sejumlah berkas dari ruang kerja Wali Kota.

Pemeriksaan selama dua hari itu diduga terkait kasus korupsi yang menjerat mantan pegawai Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo. Budi dan beberapa pejabat Pemkot Tasik juga pernah dihadirkan sebagai kasus dalam kasus korupsi pada pengurusan anggaran daerah tersebut.

Wakil Wali Kota Tasik Muhammad Yusuf belum mau berkomentar mengenai informasi penetapan tersangka terhadap Budi. Ia lebih memilih melanjutkan jalannya pemerintahan Kota Tasik, meski pemeriksaan oleh penyidik KPK tetap dilakukan.

"Hari ini kita kumpulkan semua SKPD untuk tetap bekerja. Kita serahkan saja sepenuhnya ke KPK, kita hormati proses hukum itu. Walaupun bagaimana, dia masih menjadi Wali Kota," kata dia, Kamis (25/4).

"Untuk hari ini, Pak Budi masih ada di Kota Tasikmalaya dan dia juga memilih rumah pribadinya menjadi kantor. Karena, masih ada beberapa surat yang harus ditantatanganinya tetapi untuk penetapan tersangka sampai saat belum tahu," kata dia.

In Picture: KPK Geledah Kantor Dinas PUPR Kota Tasikmalaya

photo
Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba untuk penggeledahan kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bale Wiwitan, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (24/4/2019).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement