Kamis 25 Apr 2019 00:02 WIB

KPK Belum Mau Merinci Kasus Terkait Wali Kota Tasikmalaya

Penyelidik KPK menggeledah ruang kerja Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman usai 10 jam menjalani pemeriksaan penyidik KPK di ruang kerjanya, Bale Kota Tasikmalaya, Rabu (24/4) malam.
Foto: Republika/Bayu Adji P
Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman usai 10 jam menjalani pemeriksaan penyidik KPK di ruang kerjanya, Bale Kota Tasikmalaya, Rabu (24/4) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo membenarkan adanya penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di kantor Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman sejak Rabu (24/4) pagi hingga sore. Namun, dirinya masih enggan menjawab dengan rinci ihwal status hukum serta kasus yang menyangkut Budi Budiman.

"Jumat konferensi persnya," kata Agus dalam pesan singkatnya, Rabu (24/4).

Baca Juga

Selain rumah kerja Budi, ruangan kerja Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dokter Soekardjo juga disegel oleh KPK. Dirut RSUD dr Soekardjo, Wasisto Hidayat mengonfirmasi penyegelan itu meski belum melihat langsung ruang kerjanya saat ini.

Menurut dia, penyegelan itu dilakukan terkait kasus dana alokasi khusus (DAK) yang diterima RSUD dr Soekardjo pada 2018 lalu. Menurut dia, saat itu pihaknya memang menerima bantuan sebesar Rp 18 miliar.

"Memang tahun itu ada bantuan dari DAK RP 18 miliar untuk alat kesehatan," kata dia saat dikonfirmasi.

Diketahui, pada 14 Agustus 2018, Budi pernah diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018. Budi diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo.

Dalam kasus itu, Yaya diduga menerima suap terkait upaya meloloskan dua proyek Dinas PUPR dan Dinas Perumahan, kawasan Permukiman dan Pertanahan di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, agar masuk dalam APBNP 2018.

Untuk memuluskan dua proyek itu, Yaya melakukan cawe-cawe dengan anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Demokrat, Amin Santono. Berdasarkan pengembangan penyidikan, Amin dan Yaya diduga menerima suap untuk mengupayakan usulan dana dari daerah lain agar masuk dalam RAPBN Perubahan.

Yaya terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 6,52 miliar, 55 ribu dolar AS, dan 325 ribu dolar Singapura. Uang tersebut berasal dari beberapa daerah terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) APBN-P tahun 2018, termasuk salah satunya terkait pengajuan DAK Kota Tasik.

Pemerintah Kota Tasikmalaya mengajukan usulan DAK senilai Rp 53,730 miliar yang terdiri atas DAK Reguler bidang jalan senilai Rp 47,790 miliar serta DAK bidang irigasi senilai Rp 5,9 miliar. Selain itu Pemkot Tasikmalaya juga mengusulkan DAK untuk bidang kesehatan sekitar Rp 29,9 miliar, DAK Prioritas daerah senilai Rp 19,9 miliar dan Rp 47,7 miliar. Yaya menerima fee atas usulan tersebut.

TAKE

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement