REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seusai Shalat Subuh, 11 April 2017, Novel Baswedan disiram dengan air keras. Kini, Kamis(11/4) KPK menggelar peringatan, dua tahun kasus penyiraman air keras terhadap Novel.
Acara peringatan dua tahun penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, digelar di halaman gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Setiabudi, Jakarta Selatan. Dalam acara tersebut, Novel menceritakan, saat ini mata kanannya masih dapat digunakan untuk membaca. Namun mata kirinya, hanya mampu melihat secara kabur (blur). Padahal mata kirinya sudah dioperasi beberapa kali.
Kemudian Novel menambahkan, kasusnya belum mendapatkan perhatian dari aparat penegak hukum. Ia menegaskan, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai kasus yang menimpanya itu.
Hal senada juga diungkapkan oleh Najwa Shihab. Menurutnya, pelaku penyerangan kepada Novel masih berkeliaran. Oleh karena itu, sampai saat KPK masih mendapatkan teror.
Selanjutnya, perempuan yang akrab disapa Nana itu berharap, acara peringatan tersebut dapat dijadikan tonggak perubahan bagi Bangsa dan Negara Indonesia. Acara semacam itu menunjukkan, semangat pemberantasan korupsi tidak dapat direduksi dengan teror dan ancaman.
Dalam kesempatan yang sama, Emha Ainun Najib mengungkapkan, Indonesia perlu melakukan revolusi. Namun revolusi tersebut bukan dalam rangka menurunkan kekuasaan. Melainkan, perubahan secara bertahap yang dapat menjadikan Indonesia lebih baik.
Pria yang akrab disapa Cak Nun itu mengatakan, kasus Novel harus dituntaskan. Kasus tersebut harus diungkap sehingga menjadikan dorongan konstruktif di masa depan. "Acara ini harus diteruskan, bahwa KPK punya teman se-Indonesia," tutur Cak Nun.