Rabu 27 Mar 2019 13:32 WIB

Dua Negara Ini Bahas SOP Penanggulanan Pencemaran di Laut

MPC memiliki tugas untuk mempertimbangkan dan membuat rekomendasi.

Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bekerja sama dengan Australian Maritime Safety Authority (AMSA) menggelar pertemuan pertama atau disebut juga The Inaugural Marine Pollution Committee (MPC) Meeting bertempat di Nusa Dua, Bali pada Rabu (27/3).
Foto: Foto: Humas Ditjen Hubla
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bekerja sama dengan Australian Maritime Safety Authority (AMSA) menggelar pertemuan pertama atau disebut juga The Inaugural Marine Pollution Committee (MPC) Meeting bertempat di Nusa Dua, Bali pada Rabu (27/3).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Indonesia dan Australia akan berbagi informasi mengenai kondisi terkini kemampuan masing-masing negara dalam menanggulangi pencemaran laut yang diakibatkan oleh tumpahan minyak. Ke dua negara pun membahas rencana ke depan menyangkut kesiapsiagaan, serta terkait tanggung jawab dan kompensasi atas dampak pencemaran laut tersebut. 

Selain itu, kata Head of Delegation Indonesia, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ahmad, Indonesia dan Australia juga akan menjelaskan tentang perencaan tanggap darurat nasional serta kebijakan dan prosedur penanggulangan pencemaran di laut di masing-masing negara.

“Melalui pertemuan ini (marine pollition committee), kedua negara juga dapat bersama menyusun kerja sama kebijakan dan prosedur penanggulangan pencemaran laut yang sesuai dan komplementer, termasuk tentunya permasalahan tanggung jawab dan kompensasi atas pencemaran terutama tumpahan minyak di laut,” kata Ahmad, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Rabu (27/3).

photo
Pencemaran minyak di laut, ilustrasi

Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut bekerja sama dengan Australian Maritime Safety Authority (AMSA) menggelar pertemuan pertama atau disebut juga The Inaugural Marine Pollution Committee (MPC) Meeting bertempat di Nusa Dua, Bali pada Rabu (27/3). Membuka pertemuan dimaksud, Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha, menyampaikan bahwa pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari Memorandum of Understanding on Transboundary Marine Pollution Preparedness and Response yang telah ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Australia di Bali pada bulan Oktober 2018. 

“Pertemuan Marine Pollution Committee ini merupakan penerapan dari pasal 10 MoU tersebut, yaitu terkait hal-hal yang mengatur pembentukan komite dan kerangka kerja MPC serta tugas dan tanggung jawabnya,” ungkap Arif.

Arif menjelaskan, bahwa dalam MoU tersebut, Indonesia dan Australia juga sepakat bahwa Pertemuan MPC Meeting ini akan diselenggarakan secara rutin setiap tahun untuk membahas dan bertukar informasi serta pengalaman terkait kemampuan, kesiapsiagaan, tanggung jawab, dan kompensasi untuk isu penanggulangan tumpahan minyak di laut, termasuk di dalamnya rencana, kebijakan, serta prosedur tanggap darurat terhadap kejadian pencemaran terutama tumpahan minyak di laut.

“Pada pertemuan pertama ini, saya harap Indonesia dan Australia dapat melakukan diskusi serta menyusun dasar dan kerangka kerja sama untuk melaksanakan program-program Komite Pencemaran Laut Indonesia dan Australia di masa mendatang,” ujarnya.

Ahmad menjelaskan, MPC memiliki tugas untuk mempertimbangkan dan membuat rekomendasi berupa kebijakan dan prosedur terkait tanggung jawab dan kompensasi terhadap kerugian akibat pencemaran terutama tumpahan minyak laut serta yang isu-isu yang terkait dengan pencemaran di laut.

Karena itu, kata Ahmad, pada setiap pertemuan MPC ini, juga akan dilakukan pengkajian ulang terhadap pelaksanaan MoU serta pengembangan dan pengkajian ulang Standar Operasional Prosedur (SOP) bersama dan juga pelaksanaan Dokumen IMO  OPRC, CLC, serta IOPC Fund mengenai isu tanggung jawab, prosedur dan kompensasi terkait dengan kerugian akibat pencemaran tumpahan minyak di laut terjadi. Baik itu yang berada di wilayah masing-masing, maupun yang terjadi di lintas batas wilayah negara yang diakibatkan oleh kegiatan kapal, pelabuhan, eksplorasi dan eksploitasi lepas pantai, maupun yang terkait lainnya".

“Dalam mengembangkan SOP penanggulangan pencemaran minyak lintas batas ini mencakup banyak unsur. Misalnya, pembaruan data National Contact Points baik di Indonesia maupun Asutralia, metode komunikasi yang digunakan, informasi apa yang ingin disampaikan, serta jangka waktu komunikasi dalam penanganan terhadap pencemaran di laut terutama yang diakibatkan oleh tumpahan minyak di laut,” kata Ahmad.

Untuk itu, melalui pertemuan ini, baik Indonesia maupun Australia diharapkan bisa memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif terkait dengan kemampuan penangangan dan penanggulangan pencemaran laut terutama akibat tumpahan minyak di laut. Selain itu, pertemuan ini juga diharapkan dapat membuka peluang untuk meningkatkan kemampuan SDM terkait hal tersebut. 

“Misalnya dengan program pertukaran serta kunjungan pegawai, melakukan pelatihan bersama penanggulangan pencemaran, serta berbagi hasil pengembangan dan riset terkini terkait teknik, metode, serta peralatan penganggulangan pencemaran di laut terutama yang diakibatkan tumpahan minyak,” ujar Ahmad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement