REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar harus menjadi komitmen para politisi yang berkompetisi di ajang Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Dalam Negeri, Dadang Sunendar, mengatakan hal tersebut sesuai dengan
Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
“Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta,” kata dia Dalam focus group discussion (FGD) yang digelar Dewan Pimpinan Lembaga Dakwah Islam Indonesia bertemakan "Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Pusaran Pesta Demokrasi, Indonesia di Persimpangan Jalan, dengan sub thema, Peran Bahasa Indonesia dalam Memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa, dalam keterangan persenya kepada Republika.co.id, Rabu (20/3)
Kabid Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, Maryanto, mengatakan urusan pengembangan bahasa Indonesia menghadapi sejumlah tantangan. Di antaranya adalah kelembagaan bahasa.
Mantan kepala Badan Bahasa Kemendikbud RI, Mahsun, mengatakan tidakan para caleg-caleg yang kampanye menggunakan bahasa asing tidak dibenarkan dan melanggar aturan perundang-undangan.
“Itu jelas salah dan tidak dibenarkan kalau kampanye menggunakan bahasa asing bukan bahasa Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, kegiatan pemilu adalah resmi yang menyelenggarakan negara, karenanya apapun bentuk dan teknisnya adalah resmi dari negara Indonesia, termasuk bahasa harus memakai bahasa Indonesia.
Begitu juga yang berhak mengikuti pemilu adalah warga negara Indonesia. “Kalau ada warga negara asing yang ikut pemilu harus memiliki kompetensi terutama bahasa Indonesia,” terang Mahsun.
Dia menyebutkan dalam kasus di atas yang paling salah adalah KPU jika terdapat banyak caleg yang berkampanye menggunakan bahasa asing dan KPU bisa dianggap melakukan pembiaran terhadap caleg tersebut tanpa ada teguran sampai sangksi. “KPU jelas bisa menyalahi PP nomor 57 dan UU nomor 24 tentang tatacara kampanye dan pemilihan,” ungkapnya.
Dia menegaskan peraturan harus ditegakkan dengan setegak-tegaknya, menteri pun tidak bisa melanggar undang-undang, karena derajatnya derajat undang-undang lebih tinggi. “Makanya TKA harus bisa bahasa Indonesia,” kata dia.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Iskandar Siregar, mengatakan bangsa Indonesia kuat karena ada pendekatan bahasa dan pendekatan genetik yang menyatukan rakyatnya. “Ternyata pendekatan bahasa dan pendekatan genetik yang membuat kita kuat. Sebagai salah satu wujud dari empat konsesus bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI,” ujarnya
Ketika seseorang diikat dengan persamaan genetik, lanjutnya, maka tidak akan lagi mempermasalahkan hal yang bersifat visual seperti ras golongan maupun agama. “Tidak ada lagi saya kriting saya item. Orang Jawa seperti ini, Palembang seperti ini. Tapi adanya kita satu genetik, satu bangsa," jelasnya.
Hal serupa juga terjadi dengan bahasa. Indonesia kaya akan bahasa, bahkan hampir setiap kampung memiliki bahasa berbeda. “Tapi ada satu bahasa yang sama-sama dimengerti, yakni bahasa Indonesia,” tutur dia.