REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua menyebut bencana banjir yang terjadi di Sentani, Papua, akibat oknum atau pihak yang mengabaikan lingkungan. Dugaan ini ditandai dengan jumlah dan jenis kayu yang terbawa banjir serta hilangnya tutupan pohon, di wilayah Cagar Alam Cyclops.
"Kami memandang peristiwa Banjir Bandang (BB), yang terjadi di Kabupaten Jayapura bukan peristiwa alam biasa. Melainkan dan diduga adanya para pihak yang tanpa sadar bahkan sengaja mengabaikan lingkungan dengan alih fungsi lahan dan pembalakan untuk berbagai kepentingan," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (ED-Walhi) Papua Aiesh Rumbekwan, Senin (18/3).
Banjir bandang yang terjadi saat ini adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari karena dugaan ulah manusia dan kebijakan negara. Ia menambahkan, hilangnya tutupan pohon memiliki hubungan dengan kurangnya perhatian para pihak terhadap lingkungan hidup.
Karena itu, Walhi meminta pemerintah dan berbagai pihak seharusnya mengutamakan isu lingkungan hidup dalam berbagai perencanaan pembangunan, mengembangkan kebijakan dan praktik pemanfaatan dan penggunaan lahan untuk pemukiman, perkebunan, pembalakan kayu dan usaha ekonomi masyarakat, secara lestari, dan berkeadilan.
"Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura juga (diharapkan) segera meninjau dan mengkaji perencanaan pembangunan dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Jayapura, dengan melibatkan seluas-luasnya masyarakat yang potensial terkena dampak langsung," ujarnya.
Selain itu, Walhi Papua mengingatkan dan mendesak pemerintah saat ini agar segera mengambil langkah mitigasi dan adaptasi untuk mengantisipasi bencana susulan atau yang bakal terjadi dikemudian hari. Sebab, ia menyebut bencana seperti ini sudah pernah terjadi.
Terulangnya peristiwa ini memperlihatkan para pihak tidak sangat peduli menjaga dan memelihara lingkungan bahkan sebaliknya telah mengubah fungsi pokok lingkungan/tutupan pohon pada lokasi tertentu di seputar Cagar Alam Cyclops. Serta kurang tegasnya atau oleh pemerintah adanya pembiaran terhadap para pihak yang dengan sengaja melakukan perubahan fungsi hutan.
Selain itu, ia meminta bencana banjir bandang ini menjadi pembelajaran penting untuk semua instansi pemerintah di Papua maupun pemerintah pusat agar tidak mengeluarkan izin-izin konsesi kepada korporasi atas nama negara. Sebab pembangunan dan kesejahteraan yang menyebabkan meningkatnya perubahan iklim, yang pada gilirannya merugikan masyarakat dengan berbagai persolan kemanusian yang dinamis tanpa pernah diselesaikan secara bijaksana.
"Walhi Papua juga mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar ikut melestarikan dan melindungi lingkungan sehingga dapat terhindar dari ancaman perubahan iklim global – pemanasan global dan bencana (banjir bandang) yang meningkatkan kerugian yang sulit dipertanggungjawabkan oleh setiap kita," ujarnya.
Hingga Senin (18/3) sore, jumlah korban banjir jiwa di Sentani telah mencapai 79 orang. Masih ada 43 jiwa yang juga belum ditemukan.