REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Satu bulan kurang menjelang pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2019, masalah kembali muncul. Setelah sebelumnya ditemukan banyak surat suara rusak di berbagai daerah dan masuknya warga negara asing (WNA) ke dalam daftar pemilih tetap (DPT), kini muncul lagi masalah baru yaitu pengiriman surat suara yang salah alamat, terutama ke luar negeri.
Anggota Bawaslu, Mochamad Afifuddin, mengatakan Bawaslu menemukan adanya kesalahan dalam pengiriman sejumlah surat suara untuk pemilu di luar negeri. Berdasarkan data pengawas luar negeri, beberapa pengiriman surat suara tidak sesuai dengan tujuan seharusnya.
"Di luar negeri (pengiriman surat suara) yang harusnya ke Tawau (Malaysia) dan Manila (Filipina) tapi nyasar ke Hongkong," kata Afif di Badung, Bali, Sabtu (16/3).
Kesalahan pengiriman surat suara tersebut, kata Afif, baru diketahui oleh Pengawas Luar Negeri (PPLN) pada Jumat (15/3) pagi saat melakukan pemeriksaan di lapangan. Ada sekitar puluhan boks surat suara yang salah dalam tujuan pengirimannya.
"Ada sekitar 15 boks di Tawau harusnya masuk surat suara DPR 800 lembar, kemudian di Manila harusnya ada 1.600 surat suara DPR tapi itu malah terkirim ke Hongkong," jelas Afif.
Bawaslu, lanjut Afif, mengaku belum mengetahui secara pasti penyebab kesalahan pengiriman surat suara total sebanyak 2.400 lembar itu. Namun, Bawaslu sudah melaporkan temuan ini kepada KPU untuk segera ditindaklanjuti.
"Kami belum paham kesalahannya di mana (apakah distributor atau KPU), tetapi yang pasti bahwa kami juga memiliki temuan dan disampaikan untuk diperhatikan," tegas dia.
Sementara, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta KPU untuk menyelesaikan persoalan surat suara yang kesasar. Ia berharap, persoalan tersebut tidak terjadi lagi. "KPU harus menuntaskan hal ini agar tidak terulang lagi. Karena ini sensitif," ujar Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (18/3).
Bamsoet mengungkapkan, ia tidak ingin ada yang mengaitkan peristiwa tersebut dengan hasil yang didapatkan dari pelaksanaan pemilu pada 17 April 2019 mendatang. Di mana dikhawatirkan kejadian tersebut digunakan untuk menurunkan hasil pemilu.
"Saya dapat laporan, Komisi II melakukan pemanggilan untuk mendapatkan penjelasan sekaligus langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi hal-hal tersebut," jelasnya.
Di samping itu, Wakil Ketua Komisi II, Herman Khaeron, menjelaskan, pihaknya akan menanyakan masalah tersebut kepada para penyelenggara pemilu itu. Kejadian kesasarnya surat suara itu, kata dia, akan menjadi sorotan Komisi II. Ia khawatir jika hal tersebut terjadi ke negara-negara lainnya.
"Jangan-jangan juga terjadi ke negara-negara lain. Yang lebih khawatir lagi kalau salah alamat di dalam negeri. Karena kan waktunya dibatasi, perhitungan suara harus selesai pada hari itu juga," ungkapnya.
Menurutnya, jika di dalam negeri terjadi salah kirim atau surat suara tidak sampai di tempat tujuan yang seharusnya, maka hal tersebut akan menabrak undang-undang (UU). Tabrakan tersebut terkait dengan peraturan batasan waktu pelaksanaan pencoblosan maupun perhitungan surat suara.
"Kalau sudah nanti pelaksanaan di dalam negeri dan kemudian ada logistik yang tidak sampai kepada alamat yang dituju, ini juga akan menabrak UU," katanya.
Terkait hal itu, Ketua KPU Arief Budiman, menuturkan, pihaknya sudah meminta kelompok kerja (pokja) luar negeri untuk melakukan distribusi ulang surat suara yang tersasar ke Hong Kong. Menurutnya, sejak awal KPU sudah melakukan pengidentifikasian agar pengirimat surat suara tak salah alamat.
"Kita sudah minta kepada pokja luar negeri, yang terdiri dari KPU dan Kemenlu, untuk melakukan pengecekan lagi, melakukan penarikan untuk didistribusikan ulang atau dikirimkan ulang sesuai alamat yang semestinya," ujar Arief di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (18/3).
Arief menjelaskan, sebetulnya, KPU sudah memberikan standar operasional prosedur (SOP) untuk mengirimkan surat suara tersebut. Sejak awal pun, kata dia, pihaknya sudah mengidentifikasi surat suara tersebut hingga sebelum dikirimkan agar tidak salah alamat saat dikirimkan.
"Mulai dari awal sampai mau dikirimkan itu sebetulnya sudah diindentifikasi agar tidak salah alamat," kata dia.
Arief mengaku tidak begitu mengetahui secara detil di mana letak kesalahan hingga terjadi salah pengiriman tersebut. Di sisa waktu yang ada saat ini, sebelum pelaksanaan pemilu dilaksanakan, ia meminta pihak terkait agar betul-betul menghitung untuk melakukan penarikan dan pengiriman ulang.
"Saya prinsipnya, 'Anda harus selesaikan pada tanggal sekian. Ini harus terkirim ke tempat tujuan yang sebenarnya,'," ungkapnya.