Rabu 13 Mar 2019 15:17 WIB

Saksi Sebut Lippo Janjikan Rp 20 M untuk Perizinan Meikarta

Saksi menyebut uang yang terealisasi baru setengahnya.

Rep: Djoko Suceno/ Red: Muhammad Hafil
Terdakwa kasus dugaan suap perizinan Meikarta, Neneng Hasanah Yasin (kiri) menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (13/3).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Terdakwa kasus dugaan suap perizinan Meikarta, Neneng Hasanah Yasin (kiri) menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (13/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi yang merupakan mantan Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan  Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi, EY Taufiq dalam sidang dengan terdakwa Neneng Hasanah, Rabu (13/3). Dalam kesaksiannya, Taufiq menyebutkan bahwa pihak PT Lippo Cikarang menjanjikan Rp 20 miliar kepada bupati Bekasi nonaktif tersebut untup proses perizinan proyek Meikarta.

Namun dari Rp 20 miliar yang dijanjikan hanya Rp 10,5 miliar yang direalisasikan. ‘’Untuk seluruh perizinan,’’kata saksi menjawa bpertanyaan Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Bandung.

Baca Juga

Saksi Taufiq mengungkapkan awal proses perizinan untuk proyek Meikarta. Ia mengaku ditelepon Bupati Neneng dan menanyakan tentang proyek Meikarta. Neneng, kata dia, kemudian menanyakan apakah dirinya mengetahui soal rencana proyek Meikarta. Ia mengaku tidak tahu tentang rencana proyek tersebut.

"Awalnya saya ditelepon (Neneng). Beliau menanyakan tahu tidak proyek Meikarta. Saya bilang tidak tahu. Beliau sampaikan 'saya dihubungi bapak gubernur ada Meikarta di Bekasi'. Saya sampaikan akan cari tahu info itu," ujar dia.

Setelah itu, saksi Taufiq mencari informasi soal mega proyek tersebut di internet. Ia pun mengetahui bahwa proyek tersebut milik PT Lippo Cikarang. Selanjutnya ia menghubungi rekannya di Lippo Cikarang bernama Satriadi.

Saksi kemudian mencari tahu lebih detail ihwal rencana proyek tersebut. Dari rekannya itulah ia mengetahui banyak tentang rencana proyek tersebut. ‘’Saya bertemu dengan Pak Satriadi yang saat itu bersama dengan PaEdi Dwi Soesianto, Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang. Pertemuan berlangsung di Masjid Cibiru membahas soal perizinan proyek Meikarta dengan luas total 438 hektare,’’tutur dia.

Saat itu saksi mengaku kaget dengan rencana membangun proyek tersebut di lahan seluas 438 hektare. Kemudian Satriadi dan Edi Soes menanyakan proses untuk perizinan proyek tersebut. Saksi menyarankan agar pihak Lippo mengajukan permohonan izin ke Pemkab Bekasi. ‘’Beliau (Satriadi) menanyakan berapa biayanya? Saya bilang nggak tahu. Lalu beliau (Satriadi) menyampaikan bagaimana kalau Rp 20 miliar? Saya bilang nanti disampaikan (ke bupati)," ujar dia.

 

Taufiq kemudian menghadap Bupati Neneng dan menyampaikan rencana pihak Lippo tersebut.  Dalam pertemuan tersebut, kata dia, bupati tak menyampaikan apa-apa. ‘’Beliau hanya bilang ya sudah proses saja,’’kata dia. 

Soal realisasi uang Rp 10,5 miliar ini, pernah dibahas pada persidangan sebelumnya, Senin (4/2). Sekretaris Direksi PT Lippo Cikarang Melda Peni Lestari membantah memberikan uang Rp 10,5 miliar kepada Kadiv Lippo Cikarang Edi Dwi Soesianto terkait suap Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin.

"Apakah Saudara Saksi pernah mengeluarkan uang Rp 10,5 miliar?" tanya jaksa dalam persidangan di PN Bandung, Senin (4/2). "Saya nggak pernah mengeluarkan uang Rp 10 miliar," jawab Melda.

Melda juga membantah pernah berkomunikasi dengan pegawai Lippo Group Henry Jasmen Sitohan, yang juga berstatus terdakwa. "Tidak pernah (komunikasi)," jawab Melda.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement