Selasa 12 Mar 2019 15:38 WIB

TKN Apresiasi Hasil Survei SMRC Soal Legitimasi KPU

Survei soal tingkat kepercayaan publik terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu.

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding
Foto: Republika TV/Surya Dinata
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin mengapresiasi hasil survei dari lembaga survei Saiful Maujani Research and Consulting (SMRC). Riset itu terkait tingkat kepercayaan publik atau legitimasi terhadap KPU sebagai penyelenggara pemilu.

"Publik menilai KPU telah bekerja keras, independen, dan berupaya semaksimal mungkin untuk profesional," kata Juru bicara TKN Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (12/3).

Menurut Karding, stakeholder pemilu memiliki kepentingan agar KPU sebagai penyelenggara pemilu memiliki legitimasi untuk bisa bekerja baik. "Karena itu, kerja KPU jangan dikacaukan, jangan diganggu, dan jangan dideligitimasi," Karding. 

Sebelumnya, SMRC mempublikasikan hasil surveinya tentang "Dukungan Calon Presiden dan Integritas Penyelenggara Pemilu", di Jakarta, Ahad (10/3). Hasilnya, sebanyak 80 persen publik percaya kepada KPU sebagai penyelenggara pemilu. Hanya 11 hingga 12 persen responden yang kurang atau tidak yakin dengan KPU. 

Menurut Karding, hasil survei ini dianggap penting di tengah maraknya isu dan berita bohong yang menyebut KPU tidak netral. Ia menduga ada pihak-pihak yang sengaja membangun opini untuk mendelegitimasi KPU.

"Saya menduga, ada upaya dari kubu 02 untuk mendelegitimasi KPU sebagai penyelenggara pemilu, serta upaya untuk mengganggu kerja-kerja KPU," katanya. 

Anggota Komisi III DPR RI menduga ada upaya yang sistematis untuk membangun opini seolah-olah KPU tidak netral. "Itu tidak benar," katanya. 

Sementara itu, pengamat komunikasi politik, Emrus Sihombing, membenarkan ada tujuan tertentu dari frame yang dibangun bahwa KPU tidak netral. "Setiap wacana yang dimunculkan ke ruang publik tentunya memiliki agenda politik," kata dia.

Ia menambahkan kritik soal netralitas KPU itu sudah ada sejak pemerintahan sebelumnya. Tujuannya untuk membuat pemilih yang mendukung kekuatan politik tertentu menjadi pasif.

"Supaya jumlah pemilih enggan datang ke TPS dan kotak suara, sehingga pendukung kekuatan politik tertentu berkurang," jelas Emrus.

Dari hasil survei SMRC yang menyatakan 80 persen publik masih mempercayai KPU sebagai penyelenggara pemilu, menurut Emrus, masyarakat tidak terpengaruh dengan frame yang dibangun. "Angka 80 persen itu dari dari pendekatan statistik sudah signifikan, sudah sangat kuat. Artinya sudah sangat mempunyai representasi secara politik maupun legitimasi dari rakyat," kata dia. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement