REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus dugaan suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kebumen tahun 2016 yang menjerat Wakil Ketua DPR dari PAN, Taufik Kurniawan. Penyidik KPK meminta keterangan terhadap anggota Komisi XI DPR RI Sukiman pada Selasa (26/2) kemarin.
Sukiman juga merupakan tersangka kasus dugaan suap dana perimbangan daerah Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat. "Materi pemeriksaan hari ini penyidik mengonfirmasi pengetahuan saksi terkait Pengelolaan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) 2017 di DPR RI terkait kasus Suap DAK fisik pada perubahan APBN TA 2016 untuk alokasi APBD-P Kab Kebumen TA 2016 dan dugaan aliran dana," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Selasa (26/2).
Usai diperiksa, Sukiman mengaku telah mengungkapkan semua yang penyidik tanyakan kepada dirinya. "Saya jelaskan semua, saya tidak tahu soal apa yang terkait dengan pak Taufik Kurniawan. Sama sekali tidak tahu," ujarnya.
Ia pun mengaku tak tahu ihwal arahan serta aliran dana suap DAK ke Fraksi PAN. "Tidak pernah (aliran dana dan arahan). Saya tidak tahu itu," ucapnya.
Sebelumnya, Taufik mengungkap adanya aliran dana suap DAK ke pihak-pihak lain, salah satunya ke koleganya di PAN. Namun, dia menolak merinci nama-nama penerima aliran tersebut.
Dugaan adanya aliran dana suap ke sejumlah pihak diperkuat tuntutan mantan bupati Kebumen Yahya Fuad. Surat tuntutan itu menyebutkan pada Juni 2016, Taufik sempat menawarkan Dana Alokasi Khusus Perubahan tahun 2016 untuk jalan Rp 100 miliar kepada Yahya Fuad.
Dengan catatan, anggaran itu tidak gratis atau harus ada pelicin untuk kolega Taufik. Dalam kasus ini, Taufik diduga telah menerima suap dari Yahya Fuad.
Taufik diduga menerima suap sekitar Rp 3,65 miliar dari Yahya Fuad terkait pengalokasian DAK untuk Kebumen tersebut. Suap itu diduga bagian fee sebesar 5 persen dari total anggaran yang dialokasikan untuk Kabupaten Kebumen yang direncanakan mendapat Rp 100 miliar.
Atas perbuatannya, Taufik dijerat Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.