Jumat 15 Feb 2019 21:43 WIB

Pemkot Solo Siapkan Sekolah untuk Anak dengan HIV AIDS

Nama sekolah dirahasiakan untuk mengantisipasi penolakan serupa dari wali murid.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Gita Amanda
Seorang perawat tengah memberikan cairan Anti Retroviral Virus (ARV) sebagai obat memperlambat perkembangan virus kepada anak dengan HIV/AIDS.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Seorang perawat tengah memberikan cairan Anti Retroviral Virus (ARV) sebagai obat memperlambat perkembangan virus kepada anak dengan HIV/AIDS.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota (Pemkot) Solo mengaku telah menyiapkan sekolah pengganti untuk anak-anak dengan HIV/AIDS (ADHA). Nama sekolah dirahasiakan untuk mengantisipasi gejolak dari masyarakat.

Sebelumnya, sebanyak 14 ADHA terpaksa keluar dari sekolahnya karena mengalami penolakan oleh wali murid di sekolah tersebut. Anak-anak tersebut sudah sepekan tidak masuk sekolah. Mereka tinggal di Rumah Singgah ADHA yang berlokasi di kompleks Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma Bakti, Pucang Sawit, Jebres, Solo, yang dikelola Yayasan Lentera.

Baca Juga

Kepala Dinas Pendidikan Kota Solo, Etty Retnowati, menyatakan Pemkot telah mencarikan solusi dan berkoordinasi dengan sejumlah sekolah. "Pemkot sudah menyiapkan alternatif sekolah bagi anak-anak itu. Yang dekat dengan rumah mereka. Karena SD yang menolak itu jauh dari rumah," kata Etty saat ditemui wartawan di ruang kerjanya, Jumat (15/2).

Menurut Etty, dari sejumlah sekolah yang ada di Kecamatan Jebres, sudah ada beberapa sekolah yang menyatakan siap menerima anak-anak tersebut. Namun, nama sekolah dirahasiakan untuk mengantisipasi adanya penolakan serupa dari wali murid. Jumlah sekolah yang bakal diisi anak-anak tersebut juga belum ditetapkan.

"Harapan kami anak-anak tersebut segera efektif belajar. Kalau nanti masih ada masalah, kami akan bergerak bareng KPAI, Dinas Sosial, Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan Perlindungan Anak dan KB, akan sosialisasi terus. Sekolah-sekolah akan diberikan pemahanam," imbuhnya.

Jika nantinya terjadi penolakan lagi, Etty menyebut, Pemkot menyiapkan opsi terakhir berupa home schooling. Pemkot akan menyediakan tenaga pengajar bagi anak-anak tersebut. "Kan pendidikan ada formal ada nonformal. Yang penting anak-anak tetap sekolah," ujarnya.

Disinggung soal pemicu masalah tersebut karena kebijakan penggabungan sekolah atau regrouping, Etty menyatakan kebijakan tidak bisa disalahkan. Dia mengaku tidak mengetahui jika ada anak-anak pengidap HIV/AIDS di sekolah tersebut.

Sebelumnya, 14 anak tersebut bersekolah di SD Bumi, Kecamatan Laweyan. Selama ini, tidak ada gejolak ketika anak-anak tersebut besekolah di SD Bumi. Namun, dengan adanya kebijakan regrouping, siswa-siswa SD Bumi bergabung ke SDN Purwotomo. Kemudian, wali murid SDN Purwotomo menolak 14 anak tersebut bersekolah di SDN Purwotomo.

"Saya tidak pernah ada laporan di situ ada anak pengidap AIDS. Selama ini silent. Tidak tahu kenapa ada orang tua murid yang tahu. Dinas tidak tahu kalau di situ ada ADHA. Kalau tahu ya kasihan," ucap Etty.

Sementara itu, Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, menyatakan sudah melakukan diskusi dan mencari solusi agar 14 anak tersebut bisa sekolah lagi. Serta solusi agar masyarakat juga tidak ribut. Sebab, kebanyakan masyarakat sulit diberikan pemahaman mengenai penularan HIV/AIDS.

"Pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS itu bukan hanya sangat minim tapi pokoke mboten purun (pokoknya tidak mau)," kata Rudyatmo.

Menurutnya, anak-anak pengidap HIV/AIDS tidak boleh didiskriminasi. Pemkot juga telah memiliki Warga Peduli AIDS (WPA) yang melakukan sosialisasi terkait HIV/AIDS. "Solusi paling pas ya home schooling, kalau masyarakat sudah tidak mau menerima. Namun ini kami baru carikan SD di Jebres. Mudah-mudahan nanti bisa," harapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement