Kamis 07 Feb 2019 18:01 WIB

Survei: Debat Pertama tak Dongkrak Elektabilitas Paslon

Peningkatan pemilih dari kedua paslon hanya dua sampai tiga persen.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Rilis Populi Center tentang pengaruh debat capres dan cawapres pada elektabilitas paslon. Populi Center, Jakarta Barat, Kamis (7/2).
Foto: Republika/Arif Satrio Nugroho
Rilis Populi Center tentang pengaruh debat capres dan cawapres pada elektabilitas paslon. Populi Center, Jakarta Barat, Kamis (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Populi Center melakukan survei untuk menguji pengaruh debat pertama capres dan cawapres terhadap elektabilitas paslon. Hasil survei tersebut menyatakan, debat pertama pada 17 Januari 2019 lalu itu tak mampu menaikkan elektabilitas capres dan cawapres secara signifikan.

Hasil survei itu menunjukkan, ada peningkatan kemantapan pemilih dari kedua paslon, tetapi persentasenya hanya dua sampai tiga persen. Pemilih solid Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandi meningkat pascadebat dari 88,9 persen sebelum debat menjadi 90,8 persen pascadebat. Kemudian, untuk pemilih solid Prabowo-Sandi meningkat dari 82,6 persen sebelum debat menjadi 85,5 persen pascadebat.

Populi menilai, paslon Jokowi-Ma’ruf harus berhati-hati karena kenaikan pemilih solid lebih banyak terjadi pada paslon Prabowo-Sandi. Sementara, untuk swing voters paslon Prabowo-Sandi (11,3 persen) lebih banyak dibanding swing voters paslon Jokowi-Ma’ruf (6,2 persen) pascadebat.

Sementara, hasil survei tersebut menunjukkan, pascadebat pertama, persentase pemilih Jokowi-Ma'ruf tetap pada angka 53,1 persen. Sedangkan, yang memilih Prabowo-Sandi 31,1 persen. Lalu, yang masih belum menentukan sebanyak 15,8 persen.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudidin Haris menilai, persentase pemilih itu tak beranjak dari rerata elektabilitas sebelumnya. Menurutnya, tak beranjaknya persentase pemilih atau elektabilitas itu lantaran jauh sebelum debat masyarakat sudah memiliki pilihan dan terkelompok.

"Pemilih Jokowi-Amin sudah agak sulit mengubah posisi pilihannya, juga sebaliknya. Ini dikonfirmasi berbagai survei publik, itu cukup konsisten sebetulnya, dalam hal elektabilitas paslon," ujar Haris dalam rilis yang digelar di Populi Center, Jakarta Barat, Kamis (7/2).

Haris menyayangkan, tidak berubahnya pilihan konstituen itu lantaran mereka masih belum melihat pada visi, misi, program kerja, dan agenda kebijakan. Menurutnya, masyarakat saat ini memilih paslon karena lebih tertarik pada karakteristik paslon semata, bukan pada program maupun visi misi.

Karena itu, kata dia, debat capres pun tak mampu menggoyang kemantapan para pemilih. "Dengan demikian, debat capres itu tidak menarik dan tidak lebih sekadar suatu tontonan. Bagi pendukung Jokowi-Amin, debat capres adalah kesempatan menertawakan Prabowo Sandi dan sebaliknya," kata Haris.

Peneliti Senior Populi Center Afrimadona menilai, debat lebih memiliki efek pada masyarakat yang sudah memiliki pilihan. Padahal, kata dia, debat seharusnya menjadi momentum paslon agar publik lebih mengenal paslon. 

Afrimadona mengatakan, bila kandidat paslon mau lebih mengelaborasi, publik sebenarnya ingin mengetahui respons spontan paslon dari isu yang diangkat oleh masing-masing lawan paslon. Namun, dalam debat awal bertema Hukum, HAM, Korupsi dan terorisme, kedua paslon tampak tidak berupaya untuk menonjolkan diri masing-masing. 

"Memang yang membuat banyak orang tidak terlalu bergairah melihat debat ini tidak ada posisi yang jelas dari kedua paslon," ujar lulusan Hubungan Internasional UGM ini. 

Survei itu dilakukan dengan 1.486 responden, dipilih secara acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error 2.53 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement