REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Harry Hikmat mendorong pemerintah daerah kota dan kabupaten di Sulawesi Selatan (Sulsel) memperkuat mitigasi bencana berbasis masyarakat atau melibatkan masyarakat di wilayah rawan bencana. Ini agar upaya pencegahan dan penanganan bencana berjalan maksimal.
"Salah satu kesimpulan dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana Sulsel yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Ahad (27/1) adanya masalah di hulu. Banjir dan longsor, artinya ada tata kelola lingkungan yang perlu kita pikirkan kembali," katanya saat memberikan sambutan mewakili Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita dalam rangka Penyerahan Santunan Ahli Waris korban meninggal bertempat di Kantor Bupati Gowa, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (29/1).
Untuk itu, dia melanjutkan, salah satu solusi yang disampaikan wakil presiden adalah gerakan masyarakat menanam jenis pohon-pohon yang bisa mencegah terjadinya tanah longsor dan limpahan air. Sebab daya serap tanah sudah berkurang akibat kurangnya tumbuhan di hulu dan kerusakan lingkungan.
"Gerakan masyarakat melakukan penghijauan terutama di hulu dan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu upaya dalam mitigasi bencana berbasis masyarakat. Mereka kita ajak bersama-sama untuk mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kemampuan diri dalam menangani bencana," ujarnya.
Harry mengatakan, salah satu tanaman yang cukup baik untuk ditanam di hulu dan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah Pohon Pulai atau masyarakat menyebutnya Pule. Ia menjelaskan, pohon ini banyak digunakan untuk penghijauan. Ia menyebutkan dalam rapat bersama wapres, salah satu pohon yang bisa menahan abrasi di bantaran sungai adalah Pohon Pule. Tinggi besar dan dikenal bisa menangkal petir, masyarakat mengatakan pohon ini yang sangat dijaga secara turun-menurun.
"Ternyata pohon itu sangat kuat," ujarnya.
Terkait pendirian kampung siaga bencana (KSB), Dirjen mengatakan cakupannya dapat diperluas menjadi per kawasan kecamatan agar semakin banyak masyarakat yang terlibat. Ia mencontohkan di Kabupaten Gowa. Saat ini baru ada satu KSB yakni KSB Parang Malengu, Kecamatan Pallangga. Ke depannya ia berharap jumlahnya dapat ditambah dan cakupannya diperluas.
Sementara itu Bupati Gowa Adnan Purichita Ichsan mengatakan, keberadaan KSB sangat penting mengingat wilayah Gowa merupakan wilayah rawan bencana.
Maka dari itu, dia melanjutkan, merespon cepat arahan Dirjen Linjamsos dalam waktu dekat akan dibentuk KSB di Kecamatan Manuju dan Kecamatan Bungaya.
"Dua wilayah itu merupakan daerah yang rawan bencana," katanya.
Bupati berharap dengan adanya perluasan daerah KSB di Kabupaten Gowa, masyarakat dapat waspada terhadap bencana, siaga pada perubahan lingkungan yang ekstrem serta mengetahui langkah-langkah yang diperlukan dalam menanggulangi bencana. Sementara itu usai menyampaikan sambutan, Dirjen menemui para ahli waris korban meninggal dalam banjir di Kabupaten Gowa.
Sebanyak 47 jiwa meninggal dunia di Gowa akibat banjir dan longsor di wilayah tersebut. Sebanyak 6 orang dilaporkan hilang dan 937 jiwa mengungsi, serta 3.141 jiwa terdampak bencana. Santunan kepada ahli waris adalah Rp 15 juta untuk setiap korban meninggal.
Pada tahap pertama, santunan diberikan kepada 26 ahli waris total sebesar Rp 390 juta. Kemudian bantuan logistik senilai Rp 44 juta dan satu perahu karet senilai Rp 112 juta. Total bantuan untuk penangnanan banjir dan longsor Kabupaten Gowa adalah Rp 546 juta.
Bupati mengatakan dalam filosofi warga Bugis Makassar wajib hadir bila ada warga yang mengalami kedukaan atau kesusahan. Kehadiran Dirjen mewakili Menteri Sosial adalah menjalankan filosofi orang Bugis Makassar. Ia mengatakan representasi pemerintah pusat yang sangat berarti bagi masyarakat Gowa yang tengah dalam masa kedukaan akibat banjir dan tanah longsor.
"Yang diperlukan bukan seberapa besarnya bantuan. Tapi hadirnya pemerintah pusat dalam kejadian bencana," katanya.