Ahad 27 Jan 2019 19:11 WIB

Ditjen PAS Klaim Remisi Pembunuh Wartawan Sesuai Prosedur

Ditjen PAS mengatakan pengajuan remisi sesuai peraturan undang-undang.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Bayu Hermawan
Aksi menuntut pembatalan remisi untuk pembunuh wartawan (ilustrasi)
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Aksi menuntut pembatalan remisi untuk pembunuh wartawan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bagian Humas Ditjen PAS Kemenkumham, Ade Kusmanto menjelaskan dalam mengusulkan remisi untuk I Nyoman Susrama, yang merupakan terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, pihaknya hanya menjalani apa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam prosesnya, Kemenkumham mengedepankan prinsip kehati-hatian.

"Pemberian remisi diberikan kepada I Nyoman Susrama itu pertimbangannya adalah Keppres No 174 Tahun 1999," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Ahad (27/1).

Pada Keppres itu, kata Ade, disebutkan bahwa narapidana seumur hidup, paling sedikit lima tahun sudah menjalani hukuman serta telah berkelakuan baik secara berturut-turut maka dapat diubah hukuman pidananya menjadi pidana sementara. Ade menjelaskan, selain Susrama, ada 115 narapidana lain yang juga diberikan remisi sesuai dengan Keppres itu pada 2018.

"Untuk tahun 2018 ini ada sekitar 115 orang. Salah satunya adalah I Nyoman Susrama," katanya.

Ade menjelaskan, proses pemberian remisi terhadap narapidana berawal dari permohonan dari narapidana tersebut untuk dilakukan perubahan pidana ke rumah tahanan (rutan) tempatnya ditahan. Setelah diajukan, permohonan tersebut akan disidang oleh tim pengamat pemasyarakatan (TPP) untuk kemudian diputuskan.

"Sebelum diusulkan ke Kepala Rutan, itu minta pertimbangan dari pihak Balai Pemasyarakatan. Ada petugasnya yang membuat penelitian pemasyarakatan layak atau tidak untuk diusulkan," katanya Ade.

Di tahap itu, permohonan itu disidangkan kembali dengan segala pertimbangannya. Jika pejabat sempat menyetujui usulan tersebut, maka akan dilanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, yakni di Kantor Wilayah Kemenkumham. Kemudian proses dilanjutkan ke tahap berikutnya.

"Diusulkan kembali ke Ditjen PAS. Di situ ada TPP Pusat, dipertimbangkan semua. Kemudian di teruskan ke Kementerian, lalu diproses lagi. Setelah itu diusulkan ke Presiden. Di Presiden, dengan tim ahli Presiden dipertimbangkan semuanya, baru keluar Keppres," ungkap Ade.

Ade menerangkan, Susrama sudah menjalani hukuman selama sembilan tahun lebih. Hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan untuk melanjutkan permohonannya ke tahap-tahap berikutnya. Proses yang ia sebutkan tadi pun telah dilalui dengan mengedepanlan prinsip kehati-hatian.

"Ada laporan bahwa selama sembilan tahun ini yang bersangkutan tidak pernah melakukan pelanggaran, taat dan patuh, ikut dalam semua kegiatan pembimbingan. Kami dari pemasyarakatan prinsipnya mengayomi, tidak membalas dendam. Kan sudah diputus oleh pengadilan, cukup di situlah proses keadilan," jelasnya.

Namun, Ade mengungkapkan, tanggung jawab Ditjen PAS dalam melihat perilaku narapidana hanya sebatas selama narapidana itu berada di dalam tahanan. Karena itu, ia tak menyebutkan menjamin atau tidaknya Ditjen PAS terhadap perilaku seorang mantan narapidana di luar rutan.

"Kami fokus di dalam menjalani pidana. Kalau setelah lepas ya bukan urusan kami lagi. Kan yang kami nilai di dalam selama menjalani pidana," jelasnya.

Ia menambahkan, lembaga pemasyarakatan bertujuan untuk membuat seorang narapidana memperbaiki diri, menyesali perbuatannya, sehingga kemudian tidak mengulangi tindak pidana lagi. Jika seorang narapidana dinilai sudah ada perubahan sikap perilaku ke arah yang lebih baik, maka bisa saja usulan remisinya diproses.

"Kalau sudah baik, kalau sudah menjalani pidananya, banyak perubahan sikap perilaku, itu diusulkan. Tentu dengan regulasi," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement