REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Djoko Santoso yang menyebut Prabowo akan mundur dianggap sebagai early warning atau peringatan dini. Juru Bicara BPN, Andre Rosiade mengatakan, pernyataan Djoko Santoso akan dilakukan jika pihaknya menemukan kecurangan dalam pemilihan presiden, April mendatang.
"Iya itu kan early warning. Jangan sampai ada kecurangan yang terjadi, kami yakin KPU bisa berkomitmen," katanya kepada Republika, Selasa (15/1).
Baca Juga
- KPU Ingatkan Aturan Jika Prabowo Mengundurkan Diri
- Prabowo Ungkap Alasan Banyak Elite tak Sukai Dirinya
- Prabowo Sangsi Indonesia Bisa Bertahan 1.000 Tahun
Andre mengingatkan, kepada penyelenggara dan kubu lain, untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat mencederai jalannya pesta demokrasi. "Tapi kita ingatkan kepada kekuatan yang ada di pemerintah saat ini, jangan macam-macam," ujar dia.
Senada dengan Djoko Santoso, Andre juga menyebut akan mengambil sikap ketika pihaknya menemukan ketidakadilan dalam pilpres. Hal yang dilakukan pihak oposisi, adalah memboikot bahkan mundur dari kontestasi pemilu. Meski demikian, aksi boikot dan mundur baru benar-benar akan dilakukan setelah BPN melihat perkembangan kondisi pemilihan umum.
Di satu sisi, ia mengetahui adanya peraturan pemilu yang mengancam pasangan calon yang mengundurkan diri dengan hukuman pidana. "Itu masalah teknis, kami lihat perkembangannya dulu, yang penting ada early warning," ucapnya.
Dalam pasal 236 ayat (2) UU Pemilu, secara eksplisit melarang pasangan calon yang telah ditetapkan sebagai kontestan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mundur di tengah kontestasi. Selain itu, aturan larangan untuk mundur juga disebutkan dalam Pasal 552 dan Pasal 553.
Pada Pasal 552 ayat (1) menyatakan capres atau cawapres yang sengaja mengundurkan diri sejak penetapan pasangan calon hingga pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, akan dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 50 miliar.
Lalu pasal 552 ayat (2) mengatur tentang pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan atau pasangan calon yang sudah ditetapkan KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, akan dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 50 miliar.
Sementara pasal 553 mengatur tentang calon presiden atau wakil presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, sanksi yang disematkan lebih berat, yaitu pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.