REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (Oso) Herman Kadir mengatakan Oso mengaku masih merasa belum puas terhadap putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Rabu (9/1) lalu. Kendati demikian, Herman mengatakan untuk sementara Oso akan tetap mengikuti aturan tersebut.
Herman menjelaskan Ketidakpuasan tersebut lantaran masih adanya putusan Bawaslu yang mengharuskan Oso untuk mundur dari kepengurusan partai. "Kalau Pak Oso untuk sementara mau apalagi? Katanya, kami terima aja dulu apa adanya," kata Herman saat dihubungi Republika.co,id, Ahad (13/1).
Selain menerima putusan tersebut, Herman mengatakan pihak Oso saat ini juga sedang berupaya mengajukan eksekusi melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Rencananya Rabu mendatang, Oso akan menemui Kepala PTUN Jakarta Timur untuk berita acara permohonan eksekusi tersebut.
"Nanti kan yang perintahkan adalah presiden nanti, jadi kepala PTUN akan kirim surat ke presiden untuk melaksanakan perintah, karena presiden adalah sebagai kepala pejabat negara di Indonesia," ujarnya.
Menurutnya tidak ada alasan bagi KPU untuk tidak melaksanakan putusan tersebut. KPU berpotensi dipidana jika masih tetap tidak melaksanakan putusan Bawaslu.
"Oh iyalah melanggar banget. Sudah perintah putusan Bawaslu, putusan PTUN nggak mau juga melaksanakan, waduh itu kan menentang," ucapnya.
Sebelumnya Bawaslu memerintahkan KPU untuk memasukan nama Oso ke daftar calon tetap (DCT). KPU terbukti melakukan pelanggaran administrasi dalam proses pencalonan anggota DPD.
Bawaslu juga memerintahkan KPU pada dua poin terakhir yang meminta OSO tetap harus menyampaikan surat pengunduran diri. Berdasarkan putusan Bawaslu, OSO bisa terpilih sebagai anggota DPD terpilih dalam pemilu 2019 apabila dirinya menyerahkan surat pengunduran diri dari pengurus partai politik.
"Surat pengunduran diri ini paling lambat disampaikan satu hari sebelum penetapan calon anggota DPD yang terpilih (dalam pemilu 2019)," kata Ketua Bawaslu Abhan.