REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pengadilan Negeri Medan mengadili HDL (57) Dosen Ilmu Perpustakaan di Universitas Sumatera Utara, karena melakukan tindak pidana ujaran kebencian.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumut Tiorida, dalam dakwaannya di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (9/1) menyebutkan, tersangka diamankan petugas kepolisian di rumahnya, di Jalan Melinjo II Kompleks Johor Permai, Medan Johor, Kota Medan, Sabtu (19/5).
Menurut Jaksa, tersangka HDL dibawa ke Polda Sumut, karena salah satu unggahan akun Facebook-nya viral hingga mengundang perdebatan hangat di netizen dan diduga menyampaikan ujaran kebencian.
Setelah tiga serangan bom bunuh diri di tempat ibadah di Surabaya Mei 2018, HDL mengunggah sebuah tulisan yang menyebutkan kalau tiga bom gereja di Surabaya hanyalah pengalihan isu. "Skenario pengalihan sempurna, dan #2019 Ganti Presiden."
Usai unggahan viral, HDL langsung menutup akun Facebook-nya. Namun, postingan tersebut sudah terlanjur di-screenhoot netizen dan dibagikan ke media daring (online).
Motif dan tujuan pemilik akun Facebook HDL, karena terbawa suasana dan emosi. Di dalam media sosial facebook dengan maraknya caption/tulisan #2019GantiPresiden.
Baca juga, Penangkapan dan Penahanan Dosen USU Dinilai Berlebihan.
Jaksa mengatakan, tersangka menulis status tersebut pada 12 Mei dan 13 Mei 2018 di rumahnya. Karena telah meresahkan masyarakat, personel cybercrime Polda Sumut yang melaporkan sendiri akun tersebut, sehingga ujaran kebencian tersangka diusut.
Petugas juga telah memeriksa sejumlah saksi, yakni Perdana Putera Darmayana (anak kandung dari HL) dan Brigadir Ruddy Irawan (personel Polri).
Selain itu, juga menyita barang bukti berupa satu buah handphone iphone 6S warna silver, satu buah simcard 081533807888, satu buah flasdisk merek Toshiba 4 Giga yang berisikan softcopy screenshot akun Facebook HDL, dan tiga lembar screenshot akun Facebook HDL.
Tersangka HDL, melanggar Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 dan Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara, kata Jaksa Tiorida. Sidang perkara ujaran kebencian yang dipimpin Majelis Hakim diketuai Riana Pohan dilanjutkan pada pekan depan untuk memeriksa sejumlah saksi-saksi.