REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan menyayangkan media yang melakukan pemberitaan berlebihan kepada perempuan atau korban yang terlibat dalam prostitusi daring. Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin di Jakarta, Selasa (8/1), mengatakan pemberitaan tentang korban lebih besar dibandingkan berita mengenai proses pengungkapan kasus yang baru berjalan ini sangat disayangkan.
"Komnas Perempuan telah melakukan analisa pada sejumlah media yang telah melanggar kode etik jurnalisme, serta pemuatan berita yang sengaja mengeksploitasi seseorang secara seksual, terutama korban," ucap Mariana.
Dikatakan, banyak masyarakat yang protes terhadap pemberitaan yang terjadi sangat sewenang-wenang dan tidak mempertimbangkan pihak perempuan yang terduga sebagai korban beserta keluarganya. Selain nama, wajah juga disebutkan keluarga mereka.
Komnas Perempauan melihat masih banyak media yang saat memberitakan kasus kekerasan terhadap perempuan, utamanya kasus kekerasan seksual, tidak berpihak pada korban. "Pemberitaan seringkali mengeksploitasi korban, membuka akses informasi korban kepada publik, sampai pemilihan judul yang pada akhirnya membuat masyarakat berpikir bahwa korban `pantas' menjadi korban kekerasan dan pantas untuk dihakimi," kata dia.
Oleh karena itu Komnas Perempuan meminta agar media tidak mengeksploitasi perempuan yang dilacurkan dalam kasus ini adalah artis yang diduga terlibat dalam prostitusi daring. "Media harus menghentikan pemveritaan yang bernuansa misoginis dan cenderung menyalahkan perempuan," kata dia.
Tak hanya media, Komnas Perempuan juga meminta penegak hukum untuk berhenti mengekapos secara publik penyelidikan prostitusi daring yang dilakukan. Masyarakat juga tidak boleh menghakimi secara membabi buta kepada perempuan korban.
"Kami minta semua pihak untuk kritis dan mencari akar persoalan, bahwa kasus prostitusi daring hendaknya dilihat sebagai jeratan kekerasan seksual dimana banyak perempuan ditipu, diperjualbelikan, tidak sesederhana pandangan masyarakat bahwa prostitusi adalah kehendak bebas perempuan yang menjadi "pekerja seks" sehingga mereka rentan dipidana atau dikriminalisasi," kata dia.