Jumat 04 Jan 2019 17:28 WIB

BPJS Jelaskan Alasan Penghentian Layanan di Sejumlah RS

Perpres 82 Tahun 2018 mewajibkan akreditasi RS yang ingin melaksanakan JKN-KIS.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Warga mendaftar menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jumat (21/9).
Foto: ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA
Warga mendaftar menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jumat (21/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membantah penghentian layanan kesehatan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di sejumlah rumah sakit (RS) dikarenakan keterlambatan pembayaran klaim. Penghentian layanan karena adanya persyaratan akreditasi RS.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, akreditasi RS menjadi syarat wajib dari Kementerian Kesehatan untuk melaksanakan JKN-KIS. Syarat itu sesuai dengan Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan di pasal 67 untuk fasilitas kesehatan swasta yang memenuhi persyaratan dapat menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan ketentuan persyaratan diatur dalam Peraturan Menteri maupun Peraturan Menteri Kesehatan 99 Tahun 2015.

"Jadi akreditasi itu penting, RS yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan selama setahun kemudian kembali diperpanjang (bermitra dengan BPJS Kesehatan). Tetapi RS yang tidak punya rekomendasi (akreditasi) dari Kementerian Kesehatan maka tidak bisa memberikan pelayanan kesehatan," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (4/1).

Karena itu, kata dia, BPJS Kesehatan sebagai pihak penerima kebijakan berupaya mematuhinya dan melaksanakan aturan-aturan itu. Agar tak putus kerja sama, ia meminta pihak RS juga segera mengurus akreditasi dan melengkapi persyaratannya. Apalagi, ia menambahkan, Kementerian Kesehatan membuat surat edaran yang isinya memberikan kesempatan pada RS tersebut untuk mengurus akreditasi hingga Juni 2019.

"Jadi sudah ada tambahan transisi (perpanjangan mengurus akreditasi) dan kami mematuhi surat edaran itu. Tetapi kalau pihak RS masih tidak mau mengurus masa kita yang disalahkan," ujarnya.

Karena itu, ia meminta masing-masing pemangku kepentingan didorong dan BPJS Kesehatan tidak menutup diri dari RS tersebut. "Setelah syaratnya terpenuhi maka tidak ada alasan untuk tidak memperpanjang kerja sama. Apalagi kami juga membutuhkan faskes tersebut," katanya.

Sebelumnya sejumlah rumah sakit (RS) menghentikan layanan terhadap pasien BPJS Kesehatan. Kondisi tersebut terjadi di berbagai daerah sejak awal 2019 ini. Penghentian layanan terhadap pasien BPJS Kesehatan salah satunya dilakukan RS Karya Medika II Bekasi dan RS MM Indramayu.

Selain itu, enam rumah sakit swasta di Kabupaten Bogor sejak (1/1) lalu sudah melakukan pemutusan dan pembatalan kontrak dengan Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Artinya, pelayanan pasien yang menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan di enam rumah sakit yang ada telah dihentikan.

“Ini semua rumah sakit swasta, antara lain, RS Citama, RS Bina Husada, RSIA Annida, RS dr. Sismadi, RSIA Permata Pertiwi, dan RS Asysyifaa,” kata Humas BPJS Kesehatan cabang Cibibong, Wahyu Bhiantoro, kepada Republika.co.id, Kamis (3/1).

Menurut dia, pemutusan kontrak kerja sama dengan BPJS Kesehatan itu mengacu pada ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 99 tahun 2015 tentang perubahan Permenkes nomor 71 tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan nasional (JKN).

Wahyu menjelaskan, alasan pembatalan keenam rumah sakit tersebut belum selesai dalam perizinan operasional dan ketiadaan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Satu-satunya rumah sakit yang beralasan tidak memiliki perizinan operasional adalah RS Citama. Sementara, sisanya beralasan tidak memiliki rekomendasi dari Kemenkes.

“Penghentian ini sifatnya baru sementara, kalau memang izin operasional dan rekomendasi dari Kemenkes keluar, nanti bisa kita proses lagi untuk bekerja sama,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement