Jumat 21 Dec 2018 05:45 WIB

PDIP: Arah Penegakan Hukum Tahun 2018 Stabil

PDIP mencermati maraknya kepala daerah yang terjerat operasi tangkap tangan KPK.

Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum dan HAM Trimedya Panjaitan menyampaikan paparan ketika peluncuran buku catatan hukum akhir tahun bidang hukum DPP PDI Perjuangan di Jakarta, Kamis (20/12/2018).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum dan HAM Trimedya Panjaitan menyampaikan paparan ketika peluncuran buku catatan hukum akhir tahun bidang hukum DPP PDI Perjuangan di Jakarta, Kamis (20/12/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mencermati arah penegakan hukum di Indonesia sepanjang tahun 2018 berjalan stabil dan relatif tidak ada hal baru. Terkait maraknya kepala daerah yang terjerat korupsi, PDIP meminta pemerintah memberikan kesadaran kepada kepala daerah dan pejabat publik.

"KPK hampir setiap pekan melakukan OTT (operasi tangkap tangan) terkait kasus korupsi," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Trimedya Panjaitan, pada peluncuran buku "Catatan Akhir Tahun 2018: 2019, PDI Perjuangan Menang Pileg dan Menang Pilpres", di Jakarta, Kamis (21/12).

Menurut Trimedya, kasus OTT terbaru yang dijaring KPK adalah penangkapan terhadap sembilan orang di Kementerian Pemuda dan Olahraga, termasuk pejabat di kementerian tersebut pada pekan ini.

"Penangkapan atas dugaan korupsi dana hibah pada penyelenggaraan Asian Games," katanya lagi.

Anggota Komisi III DPR RI ini menyoroti banyak kepala daerah terkena OTT yang dilakukan KPK. Trimedya mempertanyakan apa yang melatarbelakangi banyak kepala daerah terkena OTT KPK. "Apakah karena biaya politik terlalu mahal atau karena ada celah-celah untuk melakukan korupsi," katanya pula.

PDI Perjuangan melalui Komisi III DPR RI, menurut dia, meminta kepada pemerintah untuk memberikan kesadaran kepada kepala daerah dan pejabat publik terhadap kepatuhan kepada penegakan hukum. Trimedya menjelaskan, dengan sistem politik yang terbuka saat ini, maka biaya politik menjadi sangat mahal.

Dia mencontohkan, seorang calon anggota legislatif (caleg) untuk DPR RI perlu mengeluarkan dana sekitar Rp30 miliar hingga Rp50 miliar untuk dapat terpilih. "Kalau tidak terpilih maka dananya hilang," katanya lagi.

Pada kesempatan tersebut, Trimedya mengusulkan agar DPR RI dapat mengevaluasi sistem politik dan sistem pemilu agar biaya politik menjadi lebih rendah dan efisien. "Tingginya biaya politik mendorong orang untuk melakukan korupsi," katanya.

Berkaitan masalah itu, Direktur Eksekutif Setara Institute, Hendardi mengatakan, Setara Institute bekerja sama dengan PTIK/STIK saat ini sedang melakukan survei soal pemilu kepala daerah, pemilu legislatif, dan pemilu presiden.

Sebelumnya, Setara Institute bekerja sama dengan Litbang Kompas juga melakukan survei dengan tema yang relatif sama. Hasilnya banyak kegalauan yang terjadi dengan sistem politik saat ini.

Salah satu kegalauan yang diketahui masyarakat adalah banyak kepala daerah yang terjaring OTT oleh KPK atas dugaan kasus korupsi. Dalam catatan Setara Institute ada sebanyak 21 kepala daerah yang terjaring OTT sepanjang 2018.

Sebanyak 21 kepala daerah tersebut, meliputi tujuh dari PDI Perjuangan, lima dari Partai Golkar, dua dari Gerindra, dua dari PAN, dua dari Partai Demokrat, serta masing-masing seorang dari Partai Berkarya, Partai Aceh, dan PKB.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement