Kamis 20 Dec 2018 22:56 WIB

Wawancara 60 Ulama, Buku ini Ungkap Jokowi tak Anti-Islam

Buku ini juga menjawab berbagai isu seputar Jokowi dari sumber-sumber kredibel.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Nashih Nashrullah
Peluncuran Buku Jokowi. Penulis buku Mukti Ali Qusyairi (tengah) berfoto bersama undangan usai peluncuan buku usai peluncuran Buku Jalinan Keislaman, Keumatan, dan Kebangsaan di Jakarta, Kamis (20/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Peluncuran Buku Jokowi. Penulis buku Mukti Ali Qusyairi (tengah) berfoto bersama undangan usai peluncuan buku usai peluncuran Buku Jalinan Keislaman, Keumatan, dan Kebangsaan di Jakarta, Kamis (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Berawal dari rasa ingin tahu, Mukti Ali Qusyairi memulai penelitiannya soal jejak Presiden Joko Widodo dalam keislaman, keumatan, dan kebangsaan petahana tersebut. 

Setelah melakukan wawancara dengan berbagai ulama yang pernah berhubungan langsung dengan sang Presiden, Mukti akhirnya menyelesaikan sebuah buku berjudul Ulama Bertutur Tentang Jokowi, Jalinan Keislaman, Keumatan, dam Kebangsaan. 

Buku terbitan Republika Penerbit tersebut berisi hasil wawancara Mukti dengan 60 ulama baik dari tanah Jawa Barat sampai Jawa Timur, Lombok, hingga Papua. 

Sejak mulai berkampanye untuk menjadi Presiden di Pemilu 2014 lalu, berbagai tuduhan miring terus berdatangan pada Jokowi. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab isu-isu tersebut.

"Nah sehingga saya menjadi bertanya-tanya apakah betul. Isu itu kan bermula dari majalah atau semacam buletin Obor Rakyat yang mengulas tentang itu lalu disusul dengan buku Jokowi Unddercover," kata Mukti dalam peluncuran bukunya, di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Kamis (20/12). 

Isu Jokowi PKI, keturunan Cina, hingga anti Islam ituilah yang akhirnya membuat Mukti tertarik mencari tahu. Tidak sembarang menggali informasi, Mukti juga mewawancarai guru mengaji keluarga Jokowi. 

"Kita perlu melakukan penelitian langsung tentang jejak religiusitas Pak Jokowi berdasarkan sumber yang tepat kalau istilahnya A1. Alhamdulillah saya berhasil mengakses informasi itu kepada para ulama yang pernah memberikan pengajian pada Pak Jokowi," katanya. 

Di antara ulama tersebut adalah Lilis Fatimah yang merupakan guru mengaji keluarga besar Jokowi. 

Hadir juga KH Abdul Karim Ahmad yang merupakan salah satu guru mengaji Jokowi, serta Ustaz Mudzakir alumni pesantren Situbondo yang pernah memberikan privat Alquran kepada Pak Jokowi dan anaknya yakni Kaesang dan Kahiyang. 

Mukti mengatakan, dengan hadirnya buku ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada publik yang ragu mengenai ke-Islaman Jokowi. 

"Karena beliau (Jokowi) adalah Muslim taat, haji semuanya sudah dilakukan dan bahkan hobinya adalah puasa Senin-Kamis yang diturunkan dari ibunya," kata Mukti. 

Salah satu tokoh Muhammadiyah Hajriyanto Y Thohari mengatakan buku ini sangat akademis. Sebab, perumusan pertanyaan, penelitian, hingga membuat pertanyaan penelitan semuanya dilakukan dengan kriteria narasumber yang dapat dipercaya. 

"Saya rasa buku ini cukup akademis dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, dan signifkansi praktisnya adalah menjawab berbagai penilaian-penilaian terhadap keber-Islaman Presiden Jokowi," kata Hajriyanto. 

Koordinator Staf Khusus Presiden, Teten Masduki yang turut hadir dalam peluncuran dan bedah buku tersebut mengatakan Presiden Jokowi sudah menerima bukunya. 

Teten menuturkan, Jokowi menerimanya dengan santai. "Pak Jokowi kemarin saya tanya gimana tanggapannya soal buku, dia jawab 'sudah sah lah Islam saya'. Lucu. Karena selama ini dianggap kurang Islam," kata Teten. 

Teten juga berharap dengan adanya buku ini, semua isu mengenai Jokowi PKI dan atheis sampai Jokowi keturunan Cina dapat dihapuskan. Ia berpendapat buku ini sangat kredibel karena penulisnya melakukan wawancara secara langsung dengan ulama-ulama yang pernah berhubungan dengan Jokowi.  

Mukti mengatakan, buku ini sudah lama ia rencanakan. Ia mengatakan, proses wawancara dengan para narasumber sampai dengan penulisan buku hingga selesai dilakukan selama depalan bulan. 

Namun, persiapan sebelumnya sudah cukup lama. Bahkan, ia mulai merasa penasaran mengenai isu tersebut semenjak 2014.  

"Rencananya sudah lama. Tapi kan cukup susah mencari penerbit yang mau menerbitkan. Setelah meyakinkan Republika, buku ini terbit. Kebetulan terbit pada masa kampanye," kata Mukti. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement