REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyampaikan perkembangan pengelolaan sampah di Indonesia dalam acara tahunan pertemuan negara pihak/COP 24 UNFCCC yang dilaksanakan di Katowice, Polandia, Rabu (12/12). Mengangkat tema Indonesian Concrete Action on Reducing Plastic Waste, talkshow diadakan sebagai salah satu rangkaian kegiatan di Paviliun Indonesia.
Dirjen Pengelolaan Sampah dan B3 Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan, talkshow tersebut bertujuan untuk mempromosikan kontribusi Indonesia dalam mengurangi sampah plastik. "Khususnya, dalam memerangi sampah plastik di laut dari kegiatan berbasis lahan serta memitigasi perubahan iklim," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika, Kamis (13/12).
Berdasarkan data, timbulan sampah di Indonesia didominasi oleh sampah organik sebesar 57 persen diikuti oleh sampah plastik 16 persen, kertas dan sampah karton 10 persen, dan lainnya 17 persen.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyampaikan perkembangan pengelolaan sampah di Indonesia dalam acara tahunan pertemuan negara pihak/COP 24 UNFCCC yang dilaksanakan di Katowice, Polandia, Rabu (12/12).
Dalam satu dekade, Rosa menuturkan, komposisi sampah plastik meningkat lima persen dan timbunan sampah plastik meningkat pesat dalam lima tahun terakhir. Jakarta sendiri menghasilkan 2.000 ton sampah kantong plastik setiap tahun dan empat jenis sampah plastik paling umum yang ditemukan di ekosistem pesisir dan laut. Di antaranya, tas belanja plastik sekali pakai, sedotan plastik, kemasan sachet, dan styrofoam.
Rosa menjelaskan, Indonesia berkomitmen untuk menetapkan target untuk pengurangan sebesar 30 persen dan penanganan sampah dengan benar sebesar 70 persen dari total timbulan sampah pada tahun 2025. "Target tersebut dinyatakan secara resmi pada Peraturan Presiden No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional tentang Pengelolaan Sampah," katanya.
Untuk mengurangi sampah plastik, Rosa mengatakan, Indonesia telah mengambil beberapa tindakan nyata. Misalnya, menyusun Rancangan Peraturan Menteri (MOEF) KLHK tentang Roadmap (peta jalan) Pengurangan Sampah oleh produsen. Tujuannya, untuk menerapkan tanggung jawab produsen untuk mengurangi limbah yang berasal dari produk dan / atau kemasan mereka. dalam roadmap yang terukur, dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat diverifikasi.
Ada tiga produsen yang menjadi target utama, yakni pemilik merek, pengecer, dan sektor jasa makanan dan minuman seperti hotel, restoran dan kafe.
Upaya kedua adalah penyusunan Rancangan Peraturan Menteri tentang Pengurangan Sampah Kantong Plastik. Regulasi ini telah disiapkan yang bertujuan untuk mengubah perilaku penggunaan kantong plastik yang digunakan oleh publik sebagai aturan lebih lanjut dari peta jalan untuk mengurangi limbah oleh ritel.
Rosa mengatakan, Kota Banjarmasin adalah pelopor dalam melarang penggunaan kantong plastik di ritel modern yang dimulai 1 Juni 2016. "Upaya ini berhasil mengurangi sampah kantong plastik yang dihasilkan oleh 52 juta lembar per bulan dan dalam proses yang diikuti oleh beberapa kota," tuturnya.
Upaya selanjutnya, menginisiasi dan mendukung pembangunan Bank Sampah. Salah satu penggagas bank sampah, Bambang Suwerda menjelaskan, saat ini Indonesia memiliki lebih dari 5.000 bank sampah yang melibatkan masyarakat untuk mengurangi sampah dari sumbernya.
Bambang menuturkan, di Indonesia, Bank sampah mengambil peran penting dalam pengurangan sampah plastik. Selain itu, juga sebagai titik pengumpulan utama untuk menerapkan tanggung jawab produsen dalam mengurangi sampah hasil produksinya. “Ini untuk mencapai Circular Economy serta memberikan perkembangan terkini tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia,” ucapnya.