Senin 10 Dec 2018 21:52 WIB

Sebelum Zonasi Diterapkan, PGRI Minta Kemendikbud Benahi Ini

PGRI setuju dengan Mendikbud bahwa perlu ada Perpres atasi masalah zonasi

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kantor Dinas Pendidikan Kota Bandung didatangi orangtua murid dan pengunjuk rasa yang mengeluhkan aturan zonasi dalam PPDB, Kamis (12/7).
Foto: Republika/Zuli Istiqomah
Kantor Dinas Pendidikan Kota Bandung didatangi orangtua murid dan pengunjuk rasa yang mengeluhkan aturan zonasi dalam PPDB, Kamis (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan pembenahan-pembenahan sebelum menerapkan sistem zonasi. Perbaikan itu diantaranya adanya pengintegrasian sistem pendidikan.

Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi mengatakan, sistem pendidikan Indonesia masih mengalami anomali-anomali. Ia menuding Kemendikbud yang meski menyelenggarakan pendidikan usia dini hingga menengah ternyata tidak berdaya untuk menggerakkan pendidikan bidang lain.

Baca Juga

Ia menyontohkan kalau kewenangan pendidikan dasar ada di kabupaten atau kota, kemudian pendidikan dasar dan menengah di Kemendikbud. Sedangkan pendidikan tinggi ada di Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), hingga sekolah agama di bawah otoritas Kementerian Agama. 

"Jadi semua artinya jalan sendiri-sendiri dan belum 'diikat' dalam satu sistem. Maka hal itu menjadi potret buram dan berbagai persoalannya akan terus terjadi," katanya saat diskusi bertema "Menata Guru dengan Sistem Zonasi : Mulai Dari Mana?”, di Jakarta, Senin (10/12).

Karena itu ia menyebut Kemendikbud yang membutuhkan intervensi. Selain itu, ia juga sepakat dengan pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bahwa kalau ada peraturan presiden (perpres) yang mengatur masalah zonasi termasuk memindahkan guru dari satu kabupaten ke kabupaten yang lain.

Intinya ia menyebut ada dua hal penting yang harus dikontrol yaitu bagaimana mendorong kinerja sekolah dan kinerja guru."Itu dua hal penting harus menjadi leverage untuk peningkatan mutu pendidikan. Jadi ketika berbicara zonasi yang disebut bisa sebagai leverage untuk peningkatan mutu pendidikan tapi persoalan itu harus dibenahi," katanya.

Ketika semua hal itu dibenahi, masih ada persoalan lain yang menghadang. Ia menyebut ketika sistem ini diterapkan tentu membutuhkan konsistensi pelaksanaan sistem zonasi dan keberlanjutannya.

Sebab, ia menyebut orang tua yang tidak puas sistem zonasi bisa saja memindahkan anaknya ke sekolah swasta yang bagus karena swasta punya otonomi sendiri dan mutu adalah segalanya. "Jadi ini adalah persoalan yang sangat serius," ujarnya.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hetifah Sjaifudian berpendapat peraturan sistem zonasi untuk penerimaan peserta didik baru (PPDB) penting diterapkan supaya adanya pemerataan jumlah guru dan murid di setiap daerah.

"Sehingga saya berharap nanti pendidikan sebagai public good bisa terpenuhi standarnya di manapun," ujarnya.

Karena itu tak hanya sekolah negeri, ia meminta sekolah swasta juga bisa mengikuti peraturan zonasi. Ujung-ujungnya, kata dia melanjutkan, sekolah swasta tetap bisa jadi pilihan yang baik bagi masyarakat. 

"Sehingga meskipun tidak ada lagi sekolah unggulan, seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy bahwa pendidikan kita bisa seperti Liga Inggris bahwa pemenangnya bisa siapapun tanpa bisa diprediksi," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement