REPUBLIKA.CO.ID, Angkutan kota (angkot) berlalu lalang di jalanan ibu kota Jakarta termasuk bus Transjakarta. Bus yang dirancang sebagai moda transportasi massal untuk mendukung aktivitas kota metropolitan yang sangat padat. Akan tetapi, keberadaan bus Transjakarta ini dikeluhkan para sopir angkot konvensional.
Baru-baru ini puluhan sopir angkot dengan trayek APB JT 02 Pangkalan Jati-Rawamangun, K-22A Pondok Gede-Pulogebang, Pangkalan Jati-Pondok Gede, dan Kampung Melayu-Pulogadung melakukan aksi mogok. Mereka tidak mengangkut penumpang melainkan memarkirkan angkotnya di Jalan Pahlawan Relovusi, Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (3/12) lalu.
Mereka mengeluhkan operasional bus Transjakarta rute Pulogadung-Pondok Gede yang melintasi rute yang juga dilalui ke empat trayek angkot tersebut. Menurut salah satu sopir angkot APB JT 02, Imo (40) mengaku pendapatannya berkurang sejak rute bus Transjakarta itu beroperasi tiga bulan lalu.
"Imbasnya jadi pendapatan sopir angkot di sini berkurang. Ya biasanya sehari bisa Rp 500 ribu, ini cuma Rp 100 ribu-200 ribu, belum lagi harus setoran juga," kata dia saat ditemui Republika ketika menunggu penumpang di kawasan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Selasa (4/12).
Menurut pria berkumis itu, para sopir angkot yang melakukan aksi mogok meminta agar membatasi jumlah bus Transjakarta rute Pulogadung-Pondok Gede. Ia mengatakan, saat ini unit bus Transjakarta itu makin bertambah sehingga para sopir angkot sulit mendapatkan penumpang.
Ia menambahkan, para sopir angkot mengetahui bahwa penumpang bus Transjakarta hanya bisa membayar dengan uang elektronik. Akan tetapi, berdasarkan informasi dari warga, penumpang bus Transjakarta juga bisa membayar uang tunai. Sehingga, hal itu membuat warga lebih memilih bus Transjakarta daripada angkot konvensional.
Senada juga diungkapkan sopir angkot trayek K-22 A, Nainggolan (50 tahun) menyebut, dengan adanya bus Transjakarta itu pendapatan sopir menurun drastis. Ia mengatakan, pendapatannya hasil menarik penumpang seharian penuh tidak cukup untuk membayar setoran.
Ia menjelaskan, saat ini ada dua jenis bus Transjakarta rute Pulogadung-Pondok Gede yakni Minitrans dan Metrotrans yang ukurannya lebih besar. Menurut dia, Metrotrans yang ukurannya seperti bus pariwisata itu tidak cocok melintasi jalan yang hanya tersedia dua ruas. Ia juga mengatakan, pemberhentian bus untuk menaikturunkan penumpang itu sangat berdekatan.
Ditambah lagi Metrotrans itu memutar balik di Pondok Gede, menurut dia para sopir angkot meminta agar bus itu memutar di Pinang Ranti. Nainggolan mengatakan, para sopir angkot sudah mengirim surat mengenai keluhan ke Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur. Menurutnya, apabila dalam dua pekan keluhan para sopir angkot itu tidak ditanggapi makan mereka akan kembali melakukan aksi mogok.
"Kami nanti mau mogok lagi kalau pemerintah belum respon, waktunya dua minggu," kata dia sambil menunggu angkotnya yang kosong terisi penumpang.
Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Timur, Muhammad Soleh mengatakan, pihaknya telah menerima surat keluhan sopir angkot APB JT 02 dan K-22A itu tertanggal 21 November 2018. Ia juga menyebut, telah menyampaikan keluhan atau permintaan para sopir angkot itu ke PT Transportasi Jakarta.
"Ya sudah kami terima, keluhan mereka itu sudah kami teruskan lagi ke PT Transportasi Jakarta. Nanti besok kami juga akan ada rapat untuk menindaklanjuti," kata Soleh saat dihubungi Republika, Selasa (4/12).
Dalam surat itu, ia menyebut ada beberapa keluhan atau permintaan para sopir angkot terhadap bus Transjakarta. Dalam surat yang disampaikan ke PT Transportasi Jakarta itu keluhan disebutkan diantaranya jumlah armada Minitrans dibatasi paling banyak empat unit dan tidak boleh menerima uang tunai di dalam bus.
Selanjutnya, keluhan atau permintaan lainnya terdiri dari jarak halte patok pemberhentian disesuaikan dengan undang-undang lalu lintas, tidak mengambil penumpang sembarangan, trayek harus sampai terminal Pinang Ranti sebagai pengganti Metromini 45, dan menghilangkan bus besar karena tidak sesuai dengan keadaan jalan.
Sementara itu, warga Pondok Bambu, May (36 tahun) nengaku lebih memilih menaiki bus Transjakarta. Alasannya karena lebih aman dan fasilitas bus yang memadai. Dibandingkan dengan angkot yang terkadang dimasuki pengamen dan tindakan kriminalitas. Tarif ongkosnya pun menurut dia, relatif lebih murah.
"Enakan naik Transjakarta, ada AC, lebih aman kalau angkot tuh ada pengamen, copet juga saya pernah lihat sendiri," kata dia.
Namun, bagi ibu rumah tangga lainnya, Heruyanti (49 tahun) lebih memilih transportasi angkot. Menurutnya, pembayaran ongkos angkot lebih praktis. Tidak perlu menggunakan kartu yang harus diisi saldo terlebih dahulu.
"Kalau Transjakarta kan harus punya kartu dulu harus diisi dulu, kan enggak setiap hari juga naik Transjakarta, kalau angkot kita langsung bayar," jelas dia.